Jakarta – Suara Ekonomi
Kesehatan merupakan hal paling penting dalam kehidupan manusia yang perlu diperhatikan selalu. Di dunia ini hadir beragam macam penyakit yang bisa saja menjangkiti manusia hingga berujung mengancam hidup. Salah satu penyakit virus yang hingga kini masih menjadi pembahasan utama dunia kesehatan global ialah ebola.
Ebola merupakan sebuah penyakit yang disebabkan oleh infeksi golongan virus dengan nama Filoviridae hingga menyebabkan gejala demam, sakit kepala, diare, muntah, nyeri otot, dan pendarahan pada manusia dan hewan yang terjangkit (Rampengan, 2014). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Harrod, 2014) menyebutkan bahwasanya virus Ebola pertama kali ditemukan di Sungai Ebola, Republik Demokratik Kongo, pada tahun 1976. Tak berhenti di situ, penyakit mematikan ini kemudian ditemukan di Uganda pada tahun 2000 hingga menyebar ke beberapa wilayah di bagian benua Afrika.
Pada awalnya, virus Ebola ini muncul dari adanya kontak fisik antara manusia dengan hewan-hewan yang terjangkit. Hewan-hewan tersebut diidentifikasi seperti monyet, simpanse, kelelawar, dan gorilla. Menurut (Harrod, 2014), virus Ebola ini tertular melalui kontak luka terbuka atau cairan tubuh lainnya seperti urin, air liur, selaput lendir di mata, keringat hingga air mani.
World Organization Health (WHO) selaku organisasi dunia yang berfokus pada permasalahan kesehatan dunia telah mengumumkan bahwa penyakit virus Ebola ini sebagai satu wabah pandemi global. Hal ini disebabkan karena jumlah kematian yang terus meningkat dalam periode waktu yang singkat menjadikan masyarakat dunia berlomba-lomba untuk menyelesaikan problematika kesehatan ini. Tentu saja dampak dari virus Ebola ini menjadi ancaman terbesar bagi keberlangsungan kita sebagai manusia.
Sebagaimana kasus Ebola pertama kali ditemukan yaitu di Afrika, kawasan ini pun menjadi benua yang paling sering terjangkiti dengan virus Ebola. Beberapa negara di antaranya adalah Republik Demokratik Kongo, Uganda, Liberia, Sierra Leone, dan Guinea. Utamanya beberapa tahun terakhir, tercatat Liberia menjadi negara dengan kasus paling tinggi akibat virus Ebola ini yakni terdiri dari 4.076 kasus positif indeksi dan disusul 2.316 angka kematiannya (Hartarto, 2015).
Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh (Houten, 2016) dengan menggunakan sampel darah orangutan di Borneo, Kalimantan, menunjukkan bahwasanya virus Ebola secara serologis mirip dengan EBOV Afrika sehingga dapat dikatakan virus ini bukan lah hal yang mustahil dan tetap memungkinkan tersebar di Indonesia. Untuk menghindari penyakit mematikan ini, tentu saja dibutuhkan kebijakan yang tepat. Selain itu, dibutuhkan juga kerja sama dari berbagai kalangan baik itu masyarakat hingga pemerintah untuk menciptakan situasi kebersamaan dalam memerangi virus ini.
Pencegahan virus Ebola dapat dilakukan dengan pengawasan yang ketat untuk primata dan hewan-hewan liar yang ada di hutan Indonesia. Tak hanya itu, pengadaan imunitas untuk anak cucu kita diharapkan mampu menciptakan sistem kekebalan tubuh agar lebih kuat menghadapi serangan virus. Bahkan, sosialisasi juga diperlukan yang dimana hal ini dimaksudkan agar masyarakat luas mampu menerapkan pola hidup sehat dan selalu menjaga kebersihan, utamanya bagi mereka yang selalu melakukan kontak fisik dengan hewan.
Meski pada awalnya penyakit ini dianggap sepele oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) (Hartarto, 2015), namun kini Ebola telah menjadi fokus utama dunia kesehatan. Beragam kebijakan pun diciptakan agar mampu memerangi epidemi yang mematikan dan tak kunjung usai ini. Beberapa langkah nyata yang pernah dilakukan ialah PBB membentuk rancangan rencana strategi pemberantasan wabah Ebola, membentuk United Nations Mission for Ebola Emergency Response (UNMEER) hingga meenjalin kerja sama secara internasional dengan melibatkan berbagai aktor-aktor penting, seperti negara, LSM dan organisasi internasional.
Reporter : Karinia Eka F
Editor : Kintan Gusti Pratiwi