Economic Fair (EF) merupakan program kerja (proker) di bawah Bidang II Senat Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Keluarga Mahasiswa Universitas Pancasila (Sema FEB KMUP). Proker ini memuat berbagai rangkaian acara dimulai dari perlombaan, pertandingan, talkshow, bazar, hingga pentas seni atau pensi.
Acara besar ini dibuat dengan tujuan baik yaitu untuk mewadahi mahasiswa FEB UP untuk menyalurkan minat dan bakatnya, juga sekaligus mempromosikan FEB itu sendiri. Hal ini diungkapkan langsung oleh Raehan Ferdinan Putra selaku Ketua Bidang II Sema FEB KMUP.
“Economic Fair ini secara garis besar merupakan acara event yang dilaksanakan oleh Senat Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis, dan EF ini juga sebagai wadah bagi mahasiswa FEB untuk menyalurkan minat dan bakatnya, karena memang sesuai dengan tupoksi daripada Bidang II yaitu bidang minat dan bakat,” jelas Raehan saat diwawancarai oleh Tim Redaksi LPM Suara Ekonomi.
Menurut penuturan Ketua Pelaksana EF, Syahrian Hidayat, EF sendiri telah dipersiapkan terhitung dari bulan Mei 2024 setelah dilaksanakannya BKKM atau Bina Kader Kepemimpinan Mahasiswa ke-30.
“Persiapan kita itu dari penyusunan struktural panitia kita sudah menyusun konsep, tema, itu sekitar bulan Mei kalo ga salah, seminggu setelah BKKM,” ungkapnya.
Hal ini menjadi janggal, meskipun persiapan acara telah dimulai sejak bulan Mei, namun rapat sosialisasi (rasos) yang seharusnya menjadi langkah awal dan krusial dalam melibatkan seluruh civitas academica FEB UP, baru dilaksanakan pada 25 Juli 2024. Rapat sosialisasi adalah rapat yang diadakan oleh Sema FEB KMUP dan bersifat satu arah saja. Keterlambatan ini seolah menjadi tanda kurangnya efektivitas perencanaan dan koordinasi yang dilakukan oleh Sema FEB KMUP.
Berdasarkan penjelasan dari Syahrian, hal ini terjadi karena adanya miskomunikasi antara dirinya dan Bidang II Sema FEB KMUP.
“Iya miskom, mungkin dari guanya juga miskom kurang bertanya atau gimana ya,”tuturnya.
Daniel Setya Pambudi selaku Ketua Komisi II pun turut memvalidasi adanya miskomunikasi yang terjadi ketika ditanyakan oleh Tim Redaksi LPM Suara Ekonomi.
“Iya, miskomunikasi,” pungkasnya.
Dalam wawancara, ia juga turut menyatakan bahwa pelaksanaan rasos ini semestinya di awal.
“Itu juga salah, semestinya rasos itu di awal,” tambahnya.
Sebagai lembaga yang menaungi banyak UKM dan Himpunan Mahasiswa, Sema FEB KMUP seharusnya menjadi contoh dalam menjalankan tata kelola yang baik. Adanya miskomunikasi atar bagian dalam Sema FEB KMUP menunjukkan kurang optimalnya koordinasi internal. Hal ini dapat menjadi pertanyaan besar mengenai efektivitas struktur organisasi dan mekanisme komunikasi yang berjalan.
Jika terjadi miskomunikasi yang begitu signifikan hingga berdampak pada mundurnya jadwal rapat sosialisasi, maka dapat disimpulkan bahwa perencanaan program kerja EF sejak awal kurang matang. Hal ini turut mengungkapkan kurangnya antisipasi terhadap potensi kendala yang mungkin terjadi.
Badan Perwakilan Mahasiswa, terkhusus Komisi II perlu mengevaluasi kinerja Sema FEB KMUP dalam hal ini. Keterlambatan rapat sosialisasi ini merupakan indikator bahwa ada celah dalam mekanisme pengawasan yang seharusnya dilakukan oleh Komisi II BPM FEB KMUP. BPM FEB KMUP perlu lebih proaktif dalam melakukan pengawasan, memberikan arahan, dan memastikan bahwa Sema FEB KMUP menjalankan program kerjanya sesuai dengan sebagaimana mestinya.
Namun, berbeda dengan Ketua Pelaksana dan Ketua Komisi II BPM FEB KMUP, Ketua Bidang II Sema FEB KMUP menyebutkan alasan keterlambatan dari rapat sosialisasi ini adalah karena terpotong oleh waktu ujian.
“Oke, karna gini ya, mungkin kemarin sempat jadi pembahasan yang cukup mengundang pertanyaan dan karna memang harusnya ada rasos dulu memang awalnya, cuma kan kita melihat daripada deadline yang sudah kita buat, timeline memang kepotong ujian juga waktu itu ya. Memang dari BKKM itu jadi emang kita harus terpaksa mundur gitu kita ngasih tauinnya,” jelas Bidang II Sema FEB KMUP.
Perbedaan persepsi mengenai penyebab dari mundurnya rapat sosialisasi lagi-lagi menunjukkan kurangnya koordinasi yang efektif antar lembaga. Perbedaan pendapat ini juga dapat menimbulkan ketidakpastian dan mengurangi tingkat kepercayaan mahasiswa terhadap kedua lembaga. Mahasiswa berhak untuk mendapatkan informasi yang jelas dan akurat mengenai alasan di balik penundaan rapat sosialisasi yang melibatkan civitas academica FEB KMUP.
Tak berhenti di situ, rapat sosialisasi yang diadakan digunakan untuk membahas tema dan konsep. Seharusnya, rapat sosialisasi hanya dimanfaatkan untuk menyampaikan informasi umum mengenai pelaksanaan EF saja karena bersifat satu arah. Pembahasan mendalam menyangkut tema dan konsep seharusnya dilakukan dalam forum rapat koordinasi yang melibatkan seluruh pihak terkait, terkhusus UKM dan Himpunan. Dalam forum rapat koordinasi ini, setiap pihak memiliki kesempatan untuk menyampaikan pendapat, memberikan kritik, dan bersama-sama menyusun konsep EF yang lebih baik.
Praktik ini sangat ironis mengingat EF diklaim sebagai proker representatif FEB KMUP. Jika memang representatif, maka seluruh elemen FEB KMUP, termasuk UKM dan Himpunan harus memiliki kesempatan yang sama untuk berkontribusi dalam merumuskan tema dan konsep acara.
Dengan begitu, ruang partisipasi UKM dan himpunan telah dibatasi dan mengabaikan potensi ide-ide kreatif dan inovatif yang mungkin dapat disampaikan oleh UKM dan Himpunan untuk menghasilkan ide yang tahan uji dan bebas kontradiksi. Jika tema dan konsep hanya berasal dari satu kelompok tertentu maka EF tidak lagi merepresentasikan FEB KMUP, melainkan hanya kelompok kecil yang berkuasa dalam kepanitiaan. Tanpa adanya masukan, pendapat, dan saran dari berbagai pihak, legitimasi EF sebagai program kerja representatif menjadi sangat lemah.