Tentang rindu, entahlah kau hanya kepingan waktu
Datang hanya sesekali kemudian pulang tanpa jejak
Siang ku kejar ceritamu hingga tak pernah menemukan sebuah tanda baca
Malam pun terlewatkan sendu untuk menyapa
Cinta telah mengajarkan perjalanan arti kesepian seseorang
Aku mulai khawatir diterjang makna memahami bahasa filsafat itu
Ketika kau lepas untuk terbang
Aku tergesa seakan tenggelam
Wahai Dara Manis,
Rasanya ingin ku mengenal hati kemudian menyatukan budaya
Keturunan M.H Thamrin, Ali Sadikin, serta Benyamin S yang teramat ku kagumi
Kau serangkaian bayang – bayangku yang hilang ketika cahaya bermain mesra
Sanguinis terindah di duniaku
Genggamlah kedua tanganku seraya berkata
Akan kau temui hatimu di pelabuhan jiwaku
Pelabuhan akhir dari pertanyaan rindu yang tak sempat terbalas
Akankah kau meminta pertimbangan salju dari Kota Rottertdam ?
Untuk sekedar memastikan apakah darahku merah dan rusukku putih ?
“Kau akan temui jika kedua bola matamu merajut mimpi di pelipis penglihatanku,”
Jawabku pada keresahan sambil menikmati minuman manis bercelup
“Biarkan aku berenang di pikiran dan bermain kata pada hati putihmu”
Jawabmu pada kegelisahan setelah habis hiruk pikuk kota
Kau mungkin hanya peduli pada hari penuh keindahan
Setelah itu lupa akan segenggam bulan yang berseri – seri
Sulit bagiku meminta Tuhan sejenak menghentikan waktu
Meski begitu, penantian tetap satu hal ketidakmungkinan
Bogor, 10 November 2016
Muhammad Irfan Fauzi