Jakarta – Suara Ekonomi
Gaji pensiunan DPR ramai disorot usai pernyataan Menteri Keuangan yang menganggapnya sebagai beban negara. Ini dikarenakan anggota DPR hanya menjabat lima tahun, tetapi mendapatkan pensiunan seumur hidup. Pasalnya, dana pensiun tersebut akan dibiayai sepenuhnya oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Saat ini, pemerintah menanggung 100 persen hak pensiunan PNS dan TNI/POLRI. Padahal, pengalokasian anggarannya adalah terbatas. Ketentuan terkait gaji pensiunan DPR tercantum di dalam Undang-Undang No. 12 Tahun 1980. Tepat pada Bab VI pasal 12-21 mengenai persoalan hak pensiun anggota DPR. Di dalamnya mengenai pimpinan dan anggota lembaga negara tertinggi serta hak keuangan/administrasi berlaku pejabat sebelumnya.
Aturan tersebut ditetapkan berdasarkan lamanya masa jabatan serta pemberiannya berlaku seumur hidup. Namun, pemberian pensiun dihentikan jika yang bersangkutan kembali menjadi pimpinan ataupun anggota lembaga tertinggi negara. Di sisi lain, apabila penerima pensiun meninggal dunia, maka akan diberikan kepada istri atau suami sah.
Dikutip dari Kompas.com, besaran uang pensiun yang diterima didasarkan pada Surat Menteri keuangan No. S-520/MK.02/2016. Hal ini juga sesuai dengan Surat Edaran Setjen DPR RI No. KU.00/9414/DPR RI/XII/2010. Secara garis besar, uang pensiun DPR yakni satu persen dari gaji pokok setiap bulan.
Ketentuan tersebut sekurang-kurangnya adalah enam persen serta sebanyak-banyaknya 75 persen dari dasar pensiun. Setiap mantan anggota DPR akan mendapatkan uang pensiun sebesar Rp 2.500.000 – 3.020.000 per bulannya. Apabila setiap anggota DPR masih menjabat wajib membayar iuran sebesar Rp 98.000 tiap bulannya.
Besaran yang diterima anggota DPR setiap bulan masa jabatan, satu persen dari dasar pensiun. Ketentuan tersebut sekurang-kurangnya adalah enam persen serta sebanyak-banyaknya 75 persen dari dasar pensiun. Dasar pensiun yang dimaksud adalah gaji pokok terakhir diterima anggota DPR sesuai peraturan perundang-undangan.
Dengan keputusan pemerintah ini menjadi perbincangan tegang di masyarakat. Permasalahan dana pensiun anggota DPR sudah ada ketentuan hukum yang mengatur. Menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani, hal ini tentu tidak kesimetrian dan akan menimbulkan resiko jangka Panjang. Kondisi ini dinilai membebani APBN dalam jangka panjang karena dana pensiun dibayarkan secara berkala.
“Sampai saat ini kita belum memiliki UU pensiun. Maka itu kami mengharapkan bisa menjadi salah satu prioritas untuk reformasi di bidang pensiunan di Indonesia.” ujar Sri Mulyani selaku Menteri keuangan. Tentu menimbulkan pro dan kontra akibat adanya beberapa anggota DPR terjerat kasus korupsi.
Dengan timbulnya kasus tersebut membuntuti kinerja para wakil rakyat. Adanya putusan hukum yang tetap, anggota DPR tentu bisa mendapatkan dana pensiun dari negara. Perombakan strategi seharusnya bukan hanya PNS, tetapi pembayaran pensiun lain yang dinilai tidak rasional.
Hal ini membuat masyarakat semakin kritis terhadap keputusan pemerintah. Mulai dari anggota DPR dianggap tidak sepantasnya menerima gaji pensiunan dari pemerintah. Penerimaan gaji pensiunan yang ditetapkan menjadi pemborosan dana negara. Sampai pada akhirnya, dana pensiun anggota DPR yang nantinya dapat merusak keuangan negara.
Menurut pengalaman dari beberapa negara bahwa akan sulit jika mereka memegang tiga fungsi parlemen. Tiga fungsi parlemen yang dimaksud tidak memikirkan kesejahteraan masyarakat saat pensiun. Hal ini sudah jelas akan menyimpangkan kekuasaan, hingga akhirnya jaminan pensiun tidak masuk akal.
Reporter : Ayesya Salma
Editor : Audrey Duryhapsa