Jakarta – Suara Ekonomi.

Dijaman yang serba modern seperti ini, uang merupakan sesuatu hal yang penting. Dimana segala sesuatunya membutuhkan uang. Hal tersebut menjadikan seluruh elemen masyarakat berlomba–lomba untuk menghasilkan pundi–pundi rupiah. Berbagai cara dilakukan oleh seluruh masyarat untuk mencapai hal tersebut.

Seperti halnya Muhammad Rizal (22) yang merupakan seorang mahasiswa Tehnik Mesin di Universitas Pancasila. Mahasiswa yang akrab disapa Rizal ini menghasilkan pundi-pundi rupiah dari hobi yang ditekuninya. Siapa sangka hobi mengoleksi sepatu kulit memberikan Rizal ide untuk mendirikan usaha produsen sepatu kulit. “karena saya suka sepatu boots terus kepikiran jadiin bisnis, sambil ngejalanin hobi juga.“ kata Rizal.

Ia akhirnya mendirikan usaha produsen sepatu kulit pada awal tahun 2012, tepatnya pada bulan februari. Ia mengawali usahanya dengan modal seratus ribu rupiah dan tanpa campur tangan orang lain. Sepatu bekas yang sudah usang diperbaharuinya menjadi sepatu layak pakai dengan nilai jual yang mahal. Dengan seperti itu, keuntungan yang didapatkan oleh Rizal cukup memuaskan. Sehingga Rizal serius menjalankan usahanya yang diberi nama Hand made dan sekarang menjadi Had Mos.

Hasil produksi sepatu yang dibuat oleh seseorang mahasiswa

Sulitnya mencari tempat untuk menjual sepatu boots, tidak membuat Rizal mejadi patah semangat. Hal ini justru menjadi motivasi dia untuk mencari strategi pemasaran yang lebih baik. Berjualan dari mulut ke mulut dan teman ke teman sudah dilaluinya. Namun, cara tersebut tidak memberikan Rizal keuntungan yang maksimal. Sehingga rizal mulai merambah ke dunia online.

Seperti yang kita ketahui, bisnis online semakin berkembang dikalangan masyarakat, khususnya mahasiswa. Rizal memanfaatkan hal tersebut untuk mencari keuntungan yang maksimal. Membuka sebuah akun instagram dengan user name @had_mos merupakan awal mula bisnis onlinenya.

Siapa sangka, keuntungan dari membuka online shop sangat cukup memuaskan bagi Rizal. Setiap bulannya, rata–rata Rizal dapat mengantongi uang sebesar dua juta rupiah. Dengan begitu, Rizal memiliki modal lebih untuk terus mengembangkan usaha Had Mos nya. Agar para konsumen tidak jenuh dengan model sepatu yang dijualnya dan merasa terpuaskan. Demi menunjang perkembangan bisnisnya, Rizal mulai menerapkan sistem Cash On Delivery (cod) untuk sekitar wilayah Jakarta Selatan. Hal ini dilakukannya untuk memberikan kenyamanan bagi para konsumen dalam masalah pembayaran

Banyak juga cara yang dilakukan oleh Rizal untuk mengembangkan Had Mos. Dimulai dari memperbanyak jenis sepatu yang dijualnya, menyempurnakan model sepatu dan meningkatkan kualitas bahan–bahan produksi. Walaupun tidak mudah untuk mengembangkan usahanya ini. Karena, tenaga kerja produksi masih sangat terbatas. Sehingga para konsumen yang menginginkan produknya, terpaksa menunggu beberapa hari. Untuk mengatasi hal itu, Rizal dibantu oleh Bapak amad yang merupakan seorang penjahit sol sepatu.

Dengan bantuan orang yang handal dibidangnya, masalah produksi dapat diselesaikan. Ini Menjadikan Had Mos miliki berbagai macam jenis sepatu yang bervariasi untuk pria maupun wanita. Tentunya mengakibatkan permintaan para konsumen yang terus meningkat. Hal ini yang menjadikan Had Mos membuka beberapa online shop yang dapat menjual sepatu – sepatunya atau yang disebut reseller.

Beberapa jenis produk sepatu untuk wanita

Semakin terkenalnya Had Mos dikalangan masyarakat diikuti dengan harga yang cukup terjangkau dan kualitas yang terus meningkat, konsumen akan memberikan kepercayaan untuk Had Mos. Tentu saja hal ini sangat menguntungkan bagi reseller yang menggunakan Had Mos sebagai merk andalannya. Dimana konsumen jaman sekarang lebih pintar dalam membeli barang.

Walaupun Had Mos sudah memiliki beberapa reseller, hal ini masih belum membuat Rizal sebagai owner merasa terpuaskan. Karena Rizal menginginkan Had Mos memiliki toko sepatu sendiri. Dengan memiliki toko sepatu sendiri, Rizal mengharapkan Had Mos semakin dikenal diseluruh lapisan masyarakat dan dapat membantu teman–temannya yang membutuhkan lapangan pekerjaan.

Reporter : Ayu Misbahun Khasanah dan Lukman Dzaky Sumarna

Editor : Theresia Somasiga F. D.