Jakarta – Suara Ekonomi.
Pengungsi, ditetapkan oleh konvensi pengungsi pada tahun 1951, mengacu ke individu yang ditemukan ketakutan yang dianiaya karena alasan ras, agama, bangsa. Terutama anggota dari kelompok sosial atau pendapat politik. Di luar negara dari kebangsaannya dan tidak mampu atau terhutang kepada beberapa ketakutan yaitu tidak rela manfaat dirinya dilindungi di negara atau siapa yang tidak mempunyai kebangsaan dan menjadi negara luar dari pembentukan kebiasaan penduduk sebagai hasil dari kegiatan, yaitu tidak mampu atau terhutang kepada ketakutan yaitu tidak rela dikembalikan.
Isu tersebut mengelilingi kehadiran dan perlakuan dari pengungsi yang tidak barum atau baru terjadi. Kejadian pengungsi di abad ke- 20 juga di kontribusi ke negara yang menjadi waspada dan tidak rela untuk menerima pengungsi. Salah satu kejadian terjadi pada tahun 1970 di Jordan selama “Black September”, ketika konflik bangkit diantara Palestina yang telah tiba semula tiba sebagai pengungsi tahun 1967 dan Jordania memaksa dipersenjatai, memimpin untuk kuat bertarung dan banyak hubungan sebab-akibat.
Waktu berlalu, keadaan telah berkembang ke dalam satu panggung adalah tidak rela untuk mengijinkan pengungsi ke negara mereka karena mereka takut bahwa pengungsi ini mungkin menjadi sumber perlawanan, mengancam stabilitas dan keamanan negara mereka.
Kejadian dari krisis pengungsi suriah dan krisis Rohingya adalah hanya dua dari banyak contoh krisis pengungsi yang mana bersangkutan ke dunia modern. Disebabkan perang sipil Suriah, 4.8 Juta orang Suriah melarikan diri ke Turki, Libanon, Jordan, Mesir dan Irak. Dan 8.7 Juta orang dipisahkan diantara bagian dalam Suriah.
Dengan arus besar, banyak negara enggan untuk mengambil dan mengijinkan pengungsi di masyarakat karena berbagai alasan. Berbagai macam laporan sikap teroris sebagai pengungsi dengan mencoba merencanakan terorisme yang telah mengambil tempat kesatuan pengungsi di Jerman. Sebagai hasil dari tindakan terorisme, ada berbagai macam kritik dan kesatuan terorisme, takut bahwa itu akan memimpin ke berbagai penyerangan di negara mereka.
Bahkan, kehadiran mereka dapat memimpin ke wujud permintaan lebih pada berbagai macam sumberdaya dan pelayanan seperti pendidikan dan kesehatan, energi, transportasi, pelayanan sosial dan pengangguran. Sebagai kesimpulan, penduduk lokal waspada terhadap pengungsi karena mereka berpikir bahwa persaingan pengungsi dapat melawan mereka karena pekerjaan dan dapat meningkatkan harga barang disebabkan meningkatnya permintaan yang diberikan dari pengungsi.
Disamping itu, komunitas internasional mengakui membutuhkan penyatuan pengungsi ke dalam kebangsaan baru yang mereka tampung. Sebelumnya, sekarang ini tidak ada solusi pada level internasional. Jika dapat menjadi mampu untuk memindahkan bangsa ke daerah atau bahkan kerjasama internasional untuk menyatakan sepenuhnya pengungsi di negara mereka memastikan bahwa mereka dapat diterima sesuai hukum dan kebenaran.
Ditulis oleh Stefany Gledies Sonya Beatrix, peraih penghargaan Official Delegate Pancasila University For NTUMUN dalam Model United Nations (MUN) yang bertempat di Nanyang Technology University Singapura
Reporter : Shavira dan Zakly
Editor : Nurul Zahara