Senat Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Pancasila (SEMA FEB UP) memecat tiga anggota struktural, termasuk Ketua Bidang V, tanpa publikasi resmi ke mahasiswa. Keputusan yang tidak disampaikan secara terbuka ini memunculkan pertanyaan dari sejumlah Himpunan dan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) terkait sikap transparansi lembaga legislatif tingkat fakultas tersebut.

FEB UP tengah disorot setelah SEMA FEB secara internal melakukan pemecatan terhadap tiga anggotanya, yaitu satu staf Bidang II, satu staf Bidang V, dan Ketua Bidang V. Informasi ini dikonfirmasi langsung oleh ⁠Muhammad Abdurrahman Achsan, Ketua SEMA dalam wawancara dengan LPM Suara Ekonomi.

“Karena ada masalah internal, yang intinya sebenarnya ada masalah yang bisa membawa nama jelek. Maka saya mengambil langkah untuk pergantian, takut dampaknya jangka panjang,” ujar Ketua SEMA.

Meski pemecatan tersebut telah terjadi, belum ada informasi resmi yang dipublikasikan melalui kanal komunikasi SEMA, seperti akun Instagram atau surat edaran. 

Ketua SEMA mengakui belum menyampaikan secara terbuka dan menyebut informasi tersebut hanya dibagikan di grup Humas Ormawa.

“Saya pecat, jadi secara tidak terhormat,” tambahnya ketika ditanya soal status pemecatan tersebut. (Berdasarkan informasi yang dihimpun, status “tidak terhormat” berlaku bagi Kabid dan staf di Bidang V) 

Minimnya informasi ini menuai tanggapan dari organisasi mahasiswa lainnya. Ketua Himpunan Mahasiswa Diploma (HIMAPRODIP), Najwa Putri, menyatakan bahwa informasi tersebut hanya beredar secara informal.

“Saya taunya itu dari mulut ke mulut, karena dari lembaga sendiri tidak ada pernyataan resmi. Setahu saya ada pengeluaran anggota, tapi tidak ada surat keputusan atau pemberitahuan resmi. Padahal mereka lembaga tertinggi, seharusnya mengeluarkan SK walaupun tidak dijelaskan alasannya secara detail,” jelasnya.

Senada dengan itu, Ketua Himpunan Mahasiswa Akuntansi (HIMAKA), M. Dika Mustaqaful Fikri, menyoroti pentingnya transparansi atas nama akuntabilitas organisasi.

“Harusnya sih ada transparansi yaa, karena ini menyangkut SEMA. Kita juga harus tahu siapa yang dikeluarkan dan siapa penggantinya. Bahkan sampai sekarang saya nggak tahu siapa penggantinya,” ujar Dika.

Namun, tidak semua organisasi berpandangan sama. Ketua Kelompok Studi Mahasiswa (KSM), Algi Nadiansyah, menilai bahwa transparansi tidak selalu wajib, tergantung situasi dan dampaknya terhadap reputasi lembaga.

“Transparansi itu menurut saya sifatnya wajib-nggak wajib, perlu-nggak perlu. Kalau memang permasalahan internalnya bisa mencoreng nama baik SEMA, mungkin memang tidak perlu diumumkan ke publik,” ungkapnya.

Perbedaan pandangan mengenai pentingnya transparansi menunjukkan bahwa belum ada kesepahaman dalam budaya organisasi mahasiswa terkait akuntabilitas publik. Meski demikian, sebagai lembaga eksekutif tertinggi tingkat fakultas, SEMA FEB dinilai memiliki tanggung jawab untuk menjaga kepercayaan mahasiswa dengan komunikasi yang terbuka, terutama terkait dinamika internal yang memengaruhi struktur kelembagaan.

Penulis: Tim Redaksi LPM Suara Ekonomi

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini