Dinas Perhubungan (Dishub) Provinsi Jakarta berencana untuk menghapus Koridor 1 Transjakarta (TJ) rute Blok M-Kota setelah Moda Raya Terpadu (MRT) Jakarta mulai beroperasi pada tahun 2029.
Kepala Dishub Provinsi Jakarta, Syafrin Liputo mengatakan bahwa adanya kesamaan rute sepenuhnya antara Koridor 1 Transjakarta Blok M-Kota dan MRT Lebak Bulus-Kota menjadi salah satu penyebab penghapusan koridor tersebut.
“Koridor Blok M-Kota ini akan dilakukan rerouting, tetapi menunggu selesai pembangunan MRT fase 2A (Bundaran HI-Kota) dan MRT operasional full (dari Lebak Bulus) sampai dengan ke Kota,” ujar Syafrin, Sabtu (21/12/2024), dilansir dari kompas.com.
Syafrin pun menambahkan bahwa Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI (Daerah Khusus Ibukota) Jakarta memiliki rencana induk transportasi yang mengharuskan adanya efisiensi dalam pengelolaan dana PSO (Public Service Obligation). Dana subsidi ini akan menjadi ganda jika TJ Koridor 1 Blok M-Kota dan MRT Lebak Bulus-Kota beroperasi secara bersamaan. Untuk itu, koridor ini akan dihapus untuk menghindari tumpang tindih dan menyelaraskan operasional kedua moda transportasi tersebut.
Di sisi lain, penghapusan rute ini tentu akan berpengaruh besar, terutama bagi penumpang setia TJ yang mengandalkan koridor tersebut untuk mobilitas sehari-hari. Masyarakat mungkin akan kesulitan untuk mengakses beberapa titik penting di DKI Jakarta dan sekitarnya, yang berpotensi menambah kemacetan dan polusi udara.
![](http://www.suaraekonomi.com/wp-content/uploads/2024/12/IMG_7705.jpeg)
Rencana penghapusan Koridor 1 TJ Blok M-Kota ini juga mendorong masyarakat untuk mencari alternatif transportasi. MRT DKI Jakarta Fase 2A yang menghubungkan Lebak Bulus hingga Kota menjadi pilihan utama untuk menggantikan rute tersebut. Selain itu, integrasi dengan moda transportasi lainnya seperti Light Rail Transit (LRT), Kereta Rel Listrik (KRL), dan TJ dari koridor lain pun dapat menjadi solusi.
Meskipun demikian, beberapa pengguna masih mengungkapkan kekhawatiran mengenai tarif MRT yang dianggap lebih mahal serta terbatasnya aksesibilitas di beberapa daerah.
Darmaningtyas, selaku pengamat transportasi, menilai bahwa penghapusan rute tersebut adalah keputusan yang kurang tepat. Menurutnya, karakteristik penumpang MRT dan Transjakarta jelas berbeda, baik dari segi preferensi, tarif, maupun pola perjalanan “Karakter pelanggan TJ itu berbeda dengan karakter pelanggan MRT, baik dari aspek sosial ekonomi, tarif, maupun pola perjalanannya. Sehingga tidak bisa keberadaan MRT itu menggantikan layanan TJ, meskipun satu rute,” ujar Darmaningtyas. Minggu (22/12/2024), dilansir dari kompas.tv.
![](http://www.suaraekonomi.com/wp-content/uploads/2024/12/ba9c8cd7-8ad2-428b-8777-f871f95169ea.jpeg)
Tarif MRT dinilai lebih mahal karena dihitung berdasarkan jarak tempuh. Saat ini, tarif perjalanan dari Lebak Bulus ke Bundaran HI mencapai Rp14.000, sedangkan tarif TJ hanya Rp3.500. Tarif TJ dinilai lebih terjangkau bagi berbagai lapisan masyarakat.
Salah satu warga, Luthfia, mengungkapkan kekecewaannya terhadap rencana ini. Ia berpendapat bahwa integrasi antara Transjakarta dan MRT seharusnya menjadi solusi untuk mempermudah akses masyarakat ke transportasi umum, terutama pada jam sibuk.
“Lebih baik tetap ada jalur TJ maupun MRT ya, karena kalau peak hour itu pasti ramai ke arah Kota, Balai Kota. Penuh di haltenya itu, mending tetap ada alternatif selain TJ, ada MRT, saling melengkapi,” ujar Luthfia, Senin (23/12/2024), dikutip dari kompas.com.
Luthfia pun menilai bahwa kepadatan MRT menuju Kota Tua atau Jakarta Pusat akan meningkat jika Koridor 1 Transjakarta ditutup. Ia berharap pemerintah dapat mempertimbangkan kembali keputusan ini dengan memperbaiki fasilitas transportasi yang terintegrasi.
Pendapat serupa disampaikan oleh Hendri, yang mengaku lebih setuju jika TJ dan MRT tetap beroperasi bersamaan. Ia meragukan kapasitas MRT untuk menampung tambahan penumpang dari TJ, terutama pada jam sibuk.
“Kalau dari Lebak Bulus ke HI itu penuh. Jam setengah delapan saya lihat, berdiri semua. Nah kalau itu busnya hilang, ke mana mereka? Apa iya MRT bisa nampung semua?” ujar Hendri, dikutip dari kompas.com.
Hendri juga menyoroti perbedaan tarif antara TJ dan MRT. Ia khawatir tidak semua masyarakat, terutama dari kalangan menengah ke bawah, akan memilih MRT jika Koridor 1 TJ dihapuskan.
Menanggapi hal ini, pihak Transjakarta berencana meningkatkan frekuensi dan kapasitas armada bus di rute alternatif. Selain itu, mereka juga akan bekerja sama dengan operator transportasi lain untuk memastikan layanan integrasi yang lebih baik. Langkah-langkah ini diharapkan dapat mengurangi dampak negatif dari penutupan rute Blok M-Kota dan memberikan kenyamanan bagi pengguna.
Reporter: Aprillia Sabela
Editor: Novita Rahmawati