Jakarta – Suara Ekonomi

Setiap negara mempunyai aturan sendiri mengenai legalisasi ganja untuk kepentingan medis. Hal tersebut juga dijelaskan dalam Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Sehingga untuk pelegalisasian tersebut tidak dapat disamakan dengan negara lain.

Ganja medis adalah istilah yang mengacu pada turunan dari tanaman ganja (Cannabis Sativa). Adapun istilah ganja medis dikenal sebagai Cannabis Medis atau Marijuana Medis. Manfaat ganja medis diklaim dapat digunakan untuk meredakan gejala yang disebabkan oleh kondisi medis tertentu. Namun, penggunaannya juga diatur oleh hukum negara yang melegalkannya sebagai pengobatan.

Legalisasi Ganja Medis, Amankah Untuk Pengobatan?. ( Sumber :   INewsYogya.id )

Tanaman ganja ini diketahui mengandung senyawa aktif, beberapa yang paling terkenal adalah delta-9-tetrahydrocannabinol (THC) dan cannabidiol (CBD).  THC adalah bahan utama di dalam ganja yang membuat orang “tinggi” yang berarti memabukkan atau melayang-layang.

Untuk mendapatkannya pun harus memerlukan surat rujukan dari dokter yang berlisensi di negara yang melegalkannya. Selain harus menghormati aturan dari negara yang melegalkan, penggunaan ganja medis juga harus memperhatikan syarat tertentu. Setiap negara biasanya memiliki daftar persyaratan kualifikasinya sendiri.

Penggunaan ganja dalam bidang kesehatan telah dilegalkan di beberapa negara yaitu Inggris dan Thailand. Negara bagian California (AS) bahkan telah melegalkan penggunaan ganja untuk rekreasi bagi orang dewasa. Beda halnya di Indonesia, penggunaan ganja ini masih dilarang keras penggunaannya.

Saat ini, pemerintah masih melarang pembudidayaan, penggunaan, maupun peredaran ganja. Ganja termasuk narkotika golongan I, yang berarti ganja tidak dapat digunakan untuk tujuan kesehatan dan dianggap sangat tinggi menyebabkan ketergantungan bagi penggunanya.

Negara Ini Apakah Siap Legalkan Ganja Untuk Medis. ( Sumber : DetikHealth-detik.com )

Ancaman hukuman dalam penggunaannya adalah yang paling berat dibanding jenis narkotika lainnya. Pengguna ganja bisa diancam hukuman hingga empat tahun penjara, sama halnya seperti pengguna sabu. Sedangkan pengguna narkoba lain seperti morfin diancam dengan hukuman yang lebih ringan, yakni maksimal 2 tahun penjara.

Namun jika dilihat dari manfaat medisnya, berikut ini manfaat penggunaan ganja medis untuk kesehatan yaitu:  

  1. Mencegah Glaukoma

Tanaman ini memiliki kemampuan untuk mengalahkan dan mencegah penyakit glaukoma pada mata. Glaukoma adalah penyakit yang meningkatkan tekanan pada bola mata, merusak saraf optik, dan menyebabkan  kehilangan penglihatan. Efek ini berpotensi memperlambat perkembangan  glaukoma sekaligus mencegah kebutaan.

  • Meningkatkan Kapasitas Paru

Sebuah penelitian yang diterbitkan dalam Journal of  American Medical Association (2012) menunjukkan bahwa daun ganja memiliki kemampuan untuk meningkatkan kapasitas udara paru-paru saat bernafas.

  • Mencegah Kejang karena Epilepsi

Sebuah penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Cureus (2018) menunjukkan bahwa ganja berpotensi untuk mengobati epilepsi dan membantu meringankan gejala pada pasien epilepsi yang resistan terhadap obat.

  • Terapi Paliatif Pasien Kanker

Menurut American Cancer Society, komposisi daun ganja dapat membantu meningkatkan kualitas hidup pasien kanker. Ganja memiliki potensi sebagai pengobatan paliatif atau untuk menghilangkan rasa sakit kronis pada pasien kanker. Selain itu, daun ganja dikatakan membantu melawan mual dan muntah yang disebabkan oleh efek samping kemoterapi.

  • Mengatasi Masalah Kejiwaan

Sebuah studi yang diterbitkan dalam Clinical Psychology Review (2017) menunjukkan potensi manfaat ganja dalam membantu sejumlah masalah kesehatan mental. Para peneliti telah menemukan bahwa ramuan ini membantu mengurangi gejala depresi dan gejala gangguan stres pasca-trauma.

Ganja Medis Rawan Disalahgunakan. ( Sumber :  Katadata.co.id )

Hingga saat ini, Indonesia masih belum melegalkan status hukum dari penggunaan ganja. Tentu banyak faktor yang menjadi pertimbangannya. Mungkin entah sampai kapan, tapi semoga ada bahan medis lain yang dapat menggantikannya.

Reporter : Anna Oktavia Ningsih

Editor : Kintan Gusti Pratiwi

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini