Jakarta – Suara Ekonomi
Sejak 02 Maret 2020, wabah Novel Coronavirus ini melanda di Tanah Air tercinta. Banyak sekali permasalahan yang timbul di Indonesia akibat penyebaran virus tersebut. Oleh karena itu, pemerintah dan petinggi-petinggi negara sedang berusaha mengatasinya.
Bapak Yasonna Laoly selaku Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Sumber : tirto.id)
Bahkan Bapak Yasonna H. Laoly selaku Kemenkumham, ia mengusulkan mengenai syarat pembebasan narapidana di Indonesia. Ia tengah menggalakkan program asimilasi dan integrasi guna mengantisipasi Covid-19 di lapas. Ia berkaca dari berbagai negara yang telah membebaskan puluhan ribu narapidana untuk mencegah penyebaran Covid-19. Presiden RI mengungkapkan bahwa ia merencanakan pembebasan narapidana untuk pidana umum.
Rabu (8/4) Kementerian Hukum dan HAM membebaskan 35.676 narapidana dan anak melalui program asimilasi dan integrasi. “Hingga saat ini yang keluar dan bebas 35.676, melalui asimilasi 33.861 dan integrasi 1.815 untuk narapidana dan anak,” ujar Kepala Bagian Humas dan Protokol Ditjen PAS, Rika Apriani dikutip dari laman liputan6.com. Rika menyampaikan, program asimilasi dan integrasi akan terus dilakukan sampai berhentinya status kedaruratan wabah Covid-19.
Hal ini, sesuai dengan penetapan pemerintah pasal 23 Permenkumham Nomor 10 Tahun 2020. Pada pasal 23 disebutkan, narapidana yang menerima asimilasi atau integrasi telah menjalankan 2/3 masa pidananya. Sedangkan, untuk anak-anak telah menjalankan ½ masa pidananya sampai dengan 31 Desember 2020. Namun, program ini tidak berlaku bagi pelaku kejahatan tindak pidana luar biasa dan korupsi. Sebagaimana tercantum di Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan yang mengatur remisi.
Menurut Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengemukakan narapidana kasus korupsi tidak perlu dibebaskan. “Dalam konteks Covid-19 yang penting adalah jaga jarak. Kami sampaikan ke Menkumham bahwa untuk napi korupsi harus dipastikan mereka bikin jarak-jarak sendiri. Maka ini tidak masuk kategori yang boleh menikmati pembebasan,” ucap Anam melalui jumpa pers di kantor Komnas HAM, Jakarta, Kamis (9/4) dikutip dari laman cnnindonesia.com. Anam juga menjelaskan bahwa lapas narapidana korupsi dengan pidana umum itu berbeda. Lantaran, lapas kasus korupsi tidak over kapasitas, sehingga napi masih bisa untuk berjaga jarak.
Lalu mengapa para napi dibebaskan di saat Virus Corona melanda? Pertanyaan ini muncul pada pemikiran Rakyat Indonesia yang menentang adanya pembebasan narapidana di Tanah Air. Beberapa pihak menyesalkan adanya keputusan ini. Mereka menganggap bahwa pembebasan ini sangat tidak efektif.
Yasonna H. Laoly mengatakan hanya orang yang tumpul rasa kemanusiaannya, jika tidak menerima pembebasan narapidana dari lapas. Karena di mana terdapat kondisi kelebihan kapasitas di tengah pandemi Covid-19. “Adanya langkah dilakukan Kemenkumham untuk pencegahan dan penanggulangan penyebaran Covid-19 di Lembaga Permasyarakatan (Lapas), serta Rumah Tahanan Negara (Rutan)” Ujar Bapak Yasonna H. Laoly dikutip dari laman jateng.kemenkumham.go.id.
Rakyat Indonesia khawatir dengan adanya pembebasan napi ini akan menimbulkan kejahatan-kejahatan baru di Indonesia. Pasalnya, kita tidak ada yang tahu bagaimana napi itu berkegiatan setelah keluar dari lapas. Hingga, adanya pembebasan narapidana ini tidak dapat menjamin bahwa ia akan berubah di kemudian hari. Walaupun, narapidana dibebaskan seharusnya ada ketentuan dan syarat-syarat yang harus dipenuhi.
Banyak rakyat yang beranggapan pada Bapak Yassona bahwa ia perlu memikirkan tentang keputusannya tersebut. Hal itu merupakan keputusan yang sulit dan tentu banyak pertentangan perihal pembebasan narapidana ini. Sebabnya, sudah seharusnya saran ini perlu dipikirkan matang-matang agar tidak banyak pertentangan dari rakyat Indonesia. Menurut rakyat Indonesia, keputusan ini diambil sangat cepat tanpa pertimbangan apa pun. Makanya, sudah sepatutnya Kemenkumham mengambil kebijakan yang tepat, agar keputusan tersebut diterima oleh rakyat Indonesia.
Rakyat Indonesia berharap pemerintah dan pejabat tinggi negara, khususnya Presiden RI menanggapinya dengan bijak. Serta, berfikir ulang tentang adanya keputusan ini agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Namun, apabila keputusan itu sudah diputuskan, rakyat sendiri sudah angkat tangan dengan adanya kebijakan tersebut. Semoga kebijakan yang diambil pemerintah adalah keputusan tepat walaupun banyak pertentangan dari berbagai pihak.
Reporter : Natasha Aliyya
Editor : Jioti Nurhaliza