Jakarta – Suara Ekonomi
Program Organisasi Penggerak (POP) adalah sebuah program yang dibuat oleh Kemendikbud. Program tersebut dibentuk guna mendorong hadirnya Sekolah Penggerak yang melibatkan peran serta organisasi. Fokus utamanya adalah peningkatan kualitas guru, kepala sekolah dan tenaga kependidikan untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Organisasi yang berpartisipasi dapat menerima dukungan pemerintah untuk mentransformasikan sekolah menjadi Sekolah Penggerak.
Pada tahun 2020-2022, POP memiliki sasaran peningkatan. Yaitu untuk meningkatkan kompetensi 50.000 guru, kepala sekolah dan tenaga kependidikan di 5.000 PAUD, SD dan SMP ( Sumber:Suara.com). Program ini pertama kali diluncurkan oleh Mendikbud Nadiem Makarim pada 10 maret lalu. Dalam program ini, Nadiem sendiri mendapatkan banyak tuai polemik. Alasannya ialah, karena proses seleksi POP yang dinilai tak sejalan dengan semangat perjuangan pendidikan. Bahkan banyak pihak yang melihat terdapat organisasi yang diduga tidak profesional tetapi tetap mendapatkan pendanaan Kemendikbud.
Sadar akan skalanya besar, Kemendikbud bekerja sama dengan berbagai ormas dan lembaga pendidikan untuk mewujudkan target tersebut. Ketika dana ratusan miliar rupiah pertahun dianggarkan mengakibatkan banyak lembaga yang tidak setuju akan hal itu. Dapat dilihat, ada beberapa organisasi yang menyatakan mundur, yaitu Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Lembaga Pendidikan Ma’arif Nahdlatul Ulama (LP Ma’arif NU), dan Persatuan Guru Republik Indonesia ( PGRI) (Sumber : Kompas.com ). Hal ini terjadi akibat pengalokasian anggaran Rp567 miliar/tahun untuk membiayai kegiatan yang diselenggarakan organisasi terpilih. Organisasi yang terpilih dibagi menjadi tiga, yakni gajah, macan dan kijang.
Dalam jumpa persnya di Jakarta, ormas Muhammadiyah mengatakan, “Kita lebih baik tidak ikut serta. Toh,Muhammadiyah bisa melakukan hal yang sama tapi tidak menanggung beban,” kata Ketua Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Drs H Kasiyarno MHum, yang dikutip dari laman republika.co.id.
Adapun alasan Ketua Lembaga Pendidikan Ma’arif NU, KH Arifin Junaidi, mengatakan bahwa program ini aneh tuturnya, “Sejak awal program ini aneh, kami ditelepon untuk ajukan proposal dua hari sebelum penutupan. Kami nyatakan tidak bisa bikin proposal dengan berbagai macam syarat dalam waktu singkat, tapi kami diminta ajukan saja syarat-syarat menyusul,” kata Arifin, yang dikutip dari laman republika.co.id
Empat Komponen Program Organisasi Penggerak
- Kepala sekolah memahami proses pembelajaran siswa dan mampu mengembangkan kemampuan guru dalam mengajar.
- Guru berpihak kepada anak dan mengajar sesuai tahap perkembangan siswa.
3. Siswa menjadi senang belajar, berakhlak mulia, bernalar kritis, kreatif, kolaboratif (gotong royong) dan berkebhinekaan global.
4. Terwujudnya komunitas penggerak yang terdiri atas orang tua, tokoh dan organisasi kemasyarakatan yang diharapkan dapat menyokong sekolah meningkatkan kualitas belajar.
Dengan banyaknya polemik yang terjadi, pihak Mendikbud sendiri menyampaikan permohonan maafnya. Ia hanya ingin mengubah sistem pendidikan yang ada di Indonesia, “Hanya satu misi program kami, mencari jurus dan pola terbaik untuk mendidik penerus negeri ini,” kata Mendikbud Nadiem di Jakarta, Senin (27/7/2020), melalui laman kemendikbud.go.id
Dengan banyaknya polemik yang terjadi, pihak Mendikbud sendiri menyampaikan permohonan maafnya. Ia hanya ingin mengubah sistem pendidikan yang ada di Indonesia, “Hanya satu misi program kami, mencari jurus dan pola terbaik untuk mendidik penerus negeri ini,” kata Mendikbud Nadiem di Jakarta, Senin (27/7/2020), melalui laman kemendikbud.go.id
Pada akhirnya, Kemendikbud sendiri akan menunda sementara dan melakukan evaluasi terkait Program Organisasi Penggerak ini. Dengan harapan agar ormas-ormas besar yang berjasa di bidang pendidikan dapat bergabung kembali. Tanpa adanya ormas-ormas pendidikan seperti Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, dan Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) misi dunia pendidikan di Indonesia ini tidak akan terbentuk.
Mendikbud menjelaskan bahwa pihaknya telah bersepakat terkait keterlibatan Tanoto Foundation dan Putera Sampoerna Foundation. Sepakat pula untuk program Kemendikbud tidak menggunakan dana APBN. Kedua organisasi tersebut akan mendanai sendiri aktivitas programnya.
Program organisasi dirancang agar Kemindikbud dapat belajar dari inovasi-inovasi pembelajaran terbaik yang digerakan masyarakat. Kemendikbud memberikan dukungan untuk memperbesar skala gerakan agar dapat dimanfaatkan secara luas. Program ini masih terus dikaji dan dievaluasi oleh pihak kemendikbud sendiri. Program tersebut akan fokus kepada berbagai pengembangan literasi , numerasi dan karakter di 34 provinsi seluruh Indonesia.
Reporter : Indah Syatriani
Editor : Dinda Nadya