Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) tahun 2025 secara resmi mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Kesepakatan ini ditetapkan oleh Kementerian Agama Republik Indonesia bersama Komisi VIII DPR dalam Rapat Kerja yang diselenggarakan di Senayan, Jakarta.
Rapat Kerja tersebut telah menyepakati BPIH untuk tahun 2025 yang ditetapkan sebesar Rp 89.410.258,79, dengan asumsi nilai tukar 1 USD setara dengan Rp 16.000 dan 1 SAR setara dengan Rp 4.266,67. Biaya ini turun dibanding rerata BPIH 2024 yang mencapai Rp93.410.286,00.
“Bipih yang dibayarkan oleh jemaah rata-rata sebesar Rp55.431.750,78 atau 62% dari total BPIH tahun 2025. Sisanya, sebesar 38% atau rata-rata Rp33.978.508,01, dialokasikan dari nilai manfaat,” ujar Menteri Agama (Menag), dikutip dari kemenag.go.id.

BPIH tersusun dari dua elemen. Pertama, elemen yang dilunasi secara langsung oleh calon haji, yang dinamakan Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih). Kedua, elemen berupa Nilai guna yang berasal dari pemaksimalan modal setoran awal calon haji.
BPIH yang menurun berpengaruh terhadap berkurangnya Bipih yang perlu dilunasi oleh calon haji serta besaran manfaat yang disalurkan dari pemaksimalan tabungan awal calon haji.
“BIPIH yang dibayarkan oleh jemaah rata-rata sebesar Rp55.431.750,78 atau 62% dari total BPIH tahun 2025. Sisanya, sebesar 38% atau rata-rata Rp33.978.508,01, dialokasikan dari nilai manfaat,” ujar Menag, dikutip dari kemenag.go.id.
Dikutip dari mui.or.id, Sekjen Majelis Ulama Indonesia (MUI) Buya Amirsyah Tambunan menjelaskan bahwa turunnya biaya tidak memengaruhi atau memiliki konsekuensi terhadap penurunan pelayanan. Ia menambahkan bahwa kualitas pelayanan tidak sepenuhnya ditentukan oleh pembiayaan.

Buya Amirsyah juga menjelaskan bahwa layanan haji sangat dipengaruhi oleh komitmen pemerintah bersama para pemangku kepentingan, seperti perusahaan penerbangan, penginapan, dan sebagainya. Oleh karena itu, pelaksanaan haji diharapkan terus mengalami peningkatan dari waktu ke waktu.
Nasaruddin Umar, Menteri Agama menerangkan bahwa berbagai aspek operasional akan ditinjau guna mengurangi biaya Haji tanpa mengorbankan tingkat layanan.
“Kita sudah melakukan penyisiran. Semua yang tidak perlu, tanpa mengurangi kualitas penyelenggaraan, itu kita turunkan. Tidak ada lagi ada pungutan-pungutan, tidak ada lagi ada macam-macamnya, yang membebani jemaah,” ujar Nasaruddin di Masjid Istiqlal Jakarta, dikutip dari detik.com.
Penghematan ini akan diterapkan pada biaya fasilitas penginapan, transportasi, hingga konsumsi makanan. Walaupun demikian, Menag menekankan bahwa perlindungan dan kenyamanan jamaah tetap menjadi fokus utama.
Kebijakan penurunan biaya Haji 2025 ini didasarkan pada hasil Rapat Kerja Nasional Evaluasi Pelaksanaan Ibadah Haji Tahun 1445 H/2024 yang diadakan oleh Kementerian Agama (Kemenag) pada tanggal 7 – 10 Agustus di Jakarta. Rapat ini dihadiri para pemangku kepentingan perhajian dari daerah sampai dengan pusat.
Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) mendorong transparansi pengelolaan dana Haji. Sehingga bagi masyarakat yang ingin mengetahui, dapat mengaksesnya di aplikasi BPKH dan Sistem Komputerisasi Haji Terpadu (SISKOHAT).
Beberapa alasan mengenai sebab dari penurunan biaya Haji baru dilaksanakan tahun 2025 adalah :
- Di tahun 2024, Kemenag sukses melakukan beragam penghematan hasil dari dampak proses perundingan dengan pihak yang menyediakan layanan di Arab Saudi.
- Dalam kelompok kerja BPIH, rencana awal Kemenag didiskusikan kembali dengan mengacu pada realisasi anggaran pelaksanaan Haji 2024.
- penurunan biaya terjadi sebab ada pembelian beberapa barang kebutuhan jemaah yang telah difokuskan pada 2024. Sehingga tahun ini tidak diharuskan membeli kembali.
Meskipun demikian, Pemerintahan Indonesia telah mengambil tindakan-tindakan penting untuk menjamin bahwa pengurangan anggaran Haji 2025 tidak menyebabkan kekurangan atau masalah finansial, dengan bertekad untuk memelihara keterbukaan dan pertanggungjawaban dalam manajemen dana haji. Ini meliputi menjamin bahwa seluruh biaya diatur dengan tepat dan sesuai waktu, sehingga tidak ada kendala anggaran yang timbul akibat pengurangan biaya.
Reporter: Marcellina Pristi
Editor: Novita Rahmawati