Jakarta – Suara Ekonomi
Era dimana informasi dan konten semakin mudah diakses, muncul fenomena yang dikenal sebagai “flexing” di kalangan mahasiswa. Flexing mengacu pada tindakan memamerkan atau menonjolkan hal-hal yang dimiliki atau dilakukan dengan tujuan membanggakan diri dan mendapatkan pengakuan sosial. Namun, fenomena ini juga memiliki dampak negatif yang perlu diperhatikan.
Mahasiswa sering merasakan tekanan untuk menonjol di antara teman-teman sejawat mereka dan mendapatkan pengakuan sosial. Mereka mungkin berpikir bahwa dengan memamerkan keberhasilan dan prestasi mereka, mereka akan mendapatkan rasa hormat dan penghargaan dari orang lain.
Ada beberapa penyebab yang mendorong orang untuk melakukan flexing.
- Keinginan untuk memperoleh pengakuan dan penerimaan sosial. Mahasiswa ingin dianggap sukses dan dihormati oleh teman-teman sebayanya.
- Adanya tekanan sosial untuk terlihat sukses. Dalam masyarakat yang didorong oleh pencapaian dan prestasi, seseorang mungkin merasa perlu untuk menunjukkan bahwa dia “berhasil” dalam berbagai aspek kehidupannya.
- Kecenderungan untuk membandingkan diri sendiri dengan orang lain juga dapat menjadi pendorong flexing. Melihat prestasi dan keberhasilan orang lain dapat membuat seseorang merasa perlu untuk menunjukkan bahwa mereka tidak kalah.
Flexing Kerap ada di Kalangan Mahasiswa. (Sumber : wahananews.co)
Namun, flexing juga memiliki dampak negatif yang serius, yaitu dapat menciptakan ketidakseimbangan sosial dan emosional di antara mahasiswa. Ketika seseorang terus-menerus membandingkan diri sendiri dengan orang lain dan berusaha untuk terlihat lebih baik, ini dapat menyebabkan kecemburuan, rendah diri, dan tekanan emosional yang berlebihan. Selain itu, flexing juga dapat menciptakan budaya yang berpusat pada diri sendiri, di mana kepentingan dan prestasi individu menjadi lebih penting daripada kerjasama dan solidaritas.
Terdapat kasus nyata flexing di kalangan anak muda di Indonesia. Contohnya, ada mahasiswa yang dengan bangga memamerkan barang-barang mewah yang mereka miliki atau liburan mewah yang mereka lakukan, bahkan jika itu membutuhkan pengorbanan keuangan yang signifikan atau berhutang. Dampaknya adalah meningkatnya tekanan sosial pada mahasiswa lain untuk menunjukkan kesuksesan mereka secara publik, yang pada gilirannya dapat menyebabkan masalah keuangan, stres, dan tekanan mental.
Adanya Flexing dapat Membawa Dampak yang Merugikan Individunya. (Sumber : halodoc.com)
Selain mengarah ke diri sendiri, kegiatan flexing dapat berpengaruh kepada lingkungan sekitar. Kasus korupsi yang dilakukan mantan pejabat eselon III Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan bermula dari kegiatan flexing yang dilakukan anaknya sendiri. Kasus yang awalnya hanya sekadar budaya flexing oleh seorang remaja, pada akhirnya mengungkap kasus korupsi di dalam kementerian.
Untuk menghindari terkena budaya flexing, ada beberapa langkah yang dapat diambil.
- Penting untuk fokus pada pencapaian pribadi dan perkembangan diri tanpa membandingkan diri sendiri dengan orang lain.
- Menjaga keseimbangan antara kehidupan online dan kehidupan nyata. Hindari kecanduan media sosial yang mendorong terus menerus memamerkan diri.
- Ciptakan lingkungan yang mendukung di mana prestasi individu dihargai, tetapi juga ditekankan pada kerjasama dan dukungan antar sesama.
Dalam rangka menghindari dampak negatif dari flexing, penting untuk memahami bahwa nilai-nilai dan prestasi seseorang tidak terletak pada apa yang mereka miliki atau lakukan, tetapi pada siapa mereka sebenarnya dan bagaimana mereka berkontribusi pada masyarakat.
REPORTER : Renita Agustin
EDITOR : Kintan Gusti Pratiwi