Jakarta – Suara Ekonomi

Pers mahasiswa hadir bukan sebagai boneka dan bukan untuk dipolitisasi. Namun, lahir sebagai pemimpin serta mediator problematika, baik di dalam maupun di luar kampus. Pers mahasiswa tidak akan terbenam meski sistem maupun regulasi mencoba membungkam.” _Muhammad Irfan Fauzi_

Keberagaman selama ini memang menjadi bahasan menarik untuk dibicarakan. Bukan berarti kesanggupan negeri ini untuk hidup bersama tidak memiliki kelemahan.  Salah satu yang menjadi kelemahan mendasar dalam mempengaruhi keharmonisan kemajemukan ini adalah arus informasi.

Dimana, posisi informasi yang dipaparkan oleh media massa menjadi segalanya. Media menjadi bagian yang amat penting dalam kehidupan manusia saat ini. Akselerasi hidup yang menuntut manusia untuk harus serba cepat dan  praktis. Mengakibatkan  pada arus transisi yang disuguhkan pun semakin intensif dan kuat masuk ke alam bawah sadar kepentingan publik.

Meskipun pendahulu kita mencontohkan sesuatu yang agung perihal multikulturalisme. Akan tetapi yang terjadi di hari ini. Sebagian besar orang menganggap perbedaan ini sebagai bom waktu. Mengingat akan timbul bermacam-macam kepentingan dan kebutuhan di dalamnya. Ketakutan-ketakutan itu akan muncul bukannya tanpa alasan. Menimbulkan faktor-faktor pemecah persatuan dan kesatuan bangsa.

Kesalahpemahaman lah yang terjadi di benak publik terkait suatu isu atau kasus yang dilontarkan media massa. Jika sudah salah paham, maka yang akan timbul adalah rasa iri, sakit hati atau dendam yang akan meletup menjadi  tindakan yang merugikan.

Keberadaan pers mahasiswa cenderung langsung berdekatan dengan kondisi nyata di daerahnya  masing-masing. Oleh karena itu, sampaikan signifikansi “kejadian” apa adanya. Bukan dengan menyajikan sensasionalitas drama atas kejadian tersebut. Dalam hal ini lebih sering diutamakan oleh media  umum.

Berkaitan dengan efek jangka panjang, sudah saatnya pers mahasiswa mengenal dan menanamkan pola toleransi dalam keberagaman. Sebab, awal mula dari sebuah kesalahpahaman adalah ketidaksabaran dalam menerima dan mencerna informasi. Hal tersebut lumrah, karena pada masa sebelum reformasi rakyat telah terbiasa dididik untuk mencurigai perbedaan pendapat.

Inilah yang dimaksud dengan berjuang dalam  kamus pers mahasiswa. Yakni, memberikan informasi-informasi pencerah bagi publik negeri ini. Tulisan-tulisan insan pers mahasiswa yang diterbitkan melalui buletin, majalah, maupun pada lahan virtual akan menjadi tulisan objektif yang membawa kebaikan bersama dan paling dinanti oleh masyarakat. Minimal masyarakat kampus.

Sikap kritis pembangun  dari mahasiswa melalui kegiatan pers mahasiswa itu masih ada dan sebagai langkah konkret pendorong demokrasi di ruang akademika. Bahwasanya, tulisan-tulisan di setiap lembar karyanya, mampu membantu dalam membangun proses pengurai problematika yang ada.

Substansi pers mahasiswa merupakan serangkaian aktifitas para kaum intelektual yang menggelumuti dunia jurnalistik dengan idealisme tinggi. Melalui pencapaian yang diperoleh dengan berinteraksi, pers mahasiswa mampu menggabungkan atmosfir akademik terhadap implementasi Tri Dharma Perguruan Tinggi.

Di era orde baru, ternyata kehidupan pers mahasiswa kurang mampu berperan. Banyak kalangan menilai pers mahasiswa telah “mati” alias “sepi”. Disebabkan kondisinya yang tak mendukung. Berimplikasi pada kemandulan daya nalar dan  kritisme mahasiswa terhadap lingkungan, gejala sosial, dan beragam masalah yang dihadapi oleh masyarakat dan bangsa.

Tidak ada yang dapat menyangkal bahwa media massa telah membangun sebuah kesadaran kolektif rakyat untuk menyikapi realitas politik yang sedang berkembang. Di era pasca Soeharto, posisi dan kinerja media massa, terutama media cetak, mulai menemukan ruang kebebasan yang relatif lebih terbuka.

Pada 21 Mei 1998 telah terjadi perubahan sosial politik yang cukup mendasar dalam kehidupan bangsa Indonesia. Krisis ekonomi yang melanda Indonesia bersamaan dengan tuntutan perbaikan di berbagai bidang telah memaksa presiden Soeharto turun sebelum habis masa jabatannya. Era yang kerap disebut sebagai era reformasi membawa angin segar bagi kehidupan demokrasi di Indonesia. Era demokrasi   telah terbuka lebar dan memberi peluang untuk kebebasan berpendapat dan mengeluarkan kritik.

Era tersebut langsung disikapi oleh penerbitan pers dengan melakukan penyesuaian gaya, corak dan pola pengumpulan, pengolahan, dan penyajian berita. Adanya kebebasan masyarakat menyatakan pendapat, penerbitan pers mulai menyajikan berita-berita yang mengandung pro dan kontra, kritik, dan fakta yang ada pada kekuasaan yang tidak sesuai dengan demokrasi, dan berbagai penyimpangan yang timbul di pemerintahan.

Pers mahasiswa dalam eksisitensinya memiliki tantangan yang cukup berat. Sebab selain mempunyai kewajiban memberi informasi dan opini yang benar serta aktual, pers mahasiswa juga mesti mampu menembus ruang ketidakpedulian mahasiswa sebagai calon pembacanya, dalam iklim budaya baca dan menulis yang masih rendah.

Pers Mahasiswa, Kemerdekaan Pers Sesungguhnya

           Kita sangat perlu mengingat dalil Montesquieu, bahwa kekuasaan itu mengandung sifat keserakahan (greedy). Hal itu mudah sekali meluncur ke arah yang berlawanan  dengan harapan publik. Pers yang  kuat harus menjadi bagian dari kekuatan publik, bukan menjadi penikmat kekuasaan belaka dan hampa. Selama pers masih memiliki keterpaduan yang sehat dengan publik, selama itu  pula pers akan menjadi bintang penunjuk di masa kelam sekalipun.

Kemerdekaan pers merupakan salah satu wujud kedaulatan rakyat dan menjadi unsur yang sangat penting untuk menciptakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang demokratis. Ini adalah penggalan kalimat dalam konsideran Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers. Di sisi lain, kemerdekaan pers tidak hanya perlu dijamin tetapi juga perlu ditunjang dengan profesionalisme. Melalui profesionalisme maka penegakan hak asasi di atas dapat berjalan seimbang. Kemerdekaan pers yang tidak disertai dengan profesionalisme yang dipenuhi dengan rasa tanggung-jawab akan berujung pada anarkisme pers.

Untuk itu, demi mewujudkan kemerdekaan pers yang profesional. Pers nasional sebagai wahana komunikasi massa, penyebar informasi, dan pembentuk opini harus dapat benar-benar memahami apa yang dimaksud dengan kemeredekaan pers agar dapat melaksanakan hak dan kewajibannya dengan sebaik-baiknya.

Ketika produk dan berbagai tulisan dilakukan pembredelan oleh rezim ditaktor karena dinilai terlalu berani mengkritisasi pemerintah. Pers mahasiswa menjadi tolak ukur  perjuangan selanjutnya yang bertugas menginformasikan peristiwa yang terjadi. Aksi yang dilakukan pers mahasiswa di berbagai daerah mampu mengunggah nurani dan kesadaran publik akan suatu reformasi yang berujung revolusi tatanan ekesekutif. Pers mahasiswa mampu mendoktrin jiwa semangat dan hadir membawa perubahan secara bertahap namun pasti.

Pers mahasiswa sangat berperan akan kemerdekaan demokrasi di suatu negara yang menitikberatkan transparansi. Baik sistem maupun berbagai kebijakannya. Pers mahasiwa hadir sebagai wahana transisi dari para aktivis kampus untuk memberikan ruang berpendapat dengan tulisan dan karya individu secara struktural dan fungsional.

Oleh karena itu, pers mahasiswa akan terus memperjuangkan aspirasi dan segala dedikasi untuk bangsa melalui tulisan. Melalui metode-metode jurnalistik dan ilmu akademika yang tergabung dalam nuansa agen perubahan dan wadah barometer pembaruan.

Independensi pers mahasiswa adalah harga mati. Sebab, baginya. Serangkaian kalimat yang tersusun rapi dan di kemas menjadi beritaatau artikel,  mampu  mempengaruhi sebuah perasaan untuk melakuakan tindakan. Juga mampu menjatuhkan rezim kediktatoran. Pers mahasiswa hadir sebagai pijar kebebasan atas asas kemerdekaan individu yang menjunjung nilai – nilai konstitusi.

Dies Natalies Pers Nasional 

Salam dan Hidup Pers Mahasiswa !!!

Oleh: Muhammad Irfan Fauzi