Jakarta – Suara Ekonomi
Mendapatkan suatu keadilan merupakan hak yang dapat diperoleh setiap warga negara Indonesia. Hal itu jelas tercantum pada butir sila ke-5, yaitu “Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia”. Apakah hal tersebut sudah berjalan sebagaimana mestinya di Tanah Air kita tercinta?
Penyelidikan atas kasus penyiraman air keras terhadap Penyidik KPK Novel Baswedan akhirnya mendapatkan hasil. Kamis (11/06) hasil sidang menyatakan bahwa, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut dua tersangka dengan hukuman satu tahun penjara. Para tersangka bernama Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis terbukti melanggar Pasal 353 ayat (2) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, tentang penganiayaan berat yang direncanakan terlebih dahulu. Namun, keputusan yang dibuat JPU ini dinilai belum memenuhi rasa keadilan, serta janggal bagi Novel. Padahal penyelidikan terhadap kasus tersebut menghabiskan waktu hampir kurang lebih tiga tahun lamanya.
Yang menjadi motif kedua pelaku adalah tidak suka atau memiliki dendam terhadap Novel Baswedan. Sebab, dianggap telah mengkhianati dan melawan institusi Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri). Dan memang kedua pelaku ini diketahui merupakan polisi aktif dari Satuan Gegana Korps Brimob Kelapa Dua, Depok. Hal yang menjadi pemberat bagi para tersangka ialah perbuatan mereka dianggap mencederai Institusi Polri. Selain itu, pelaku hanya ingin memberi pelajaran kepada Novel dan tidak sengaja menyiramkan air keras ke matanya. Penyataan tersebut juga membuat perbuatan mereka tidak mengenai unsur dakwaan primer terhadap soal penganiayaan berat dari Pasal 355 Ayat (1) KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Sedangkan, JPU menilai hal yang meringankan adalah keduanya belum pernah dihukum, mengakui perbuatan, bersikap kooperatif dan telah mengabdi sebagai anggota Polri selama sepuluh tahun. Menanggapi tuntutan tersebut, Novel menyebut dakwaan itu memperlihatkan sidang ini hanya formalitas dan sandiwara belaka. Melalui akun Twitter-nya ia mengungkapkan rasa kekecewaanya, karena merasa telah menjadi korban atas praktik yang disebutnya ‘lucu’. Novel juga merasa geram lantaran tuntutan tersebut dinilai menunjukkan adanya kerusakan hukum di Indonesia. “Selain marah, saya juga miris karena itu menjadi ukuran fakta sebegitu rusaknya hukum di Indonesia. Lalu, bagaimana masyarakat bisa menggapai keadilan?” ujar Novel yang dikutip dari laman kompas.com.
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid menilai tuntutan JPU di Kejati DKI terhadap penyerang tersebut terlalu ringan. Serta, menunjukkan separuh hati pemerintah, khususnya kepolisian dan kejaksaan dalam mengusut kasus tersebut. Selain itu, menurutnya kasus tersebut jelas mencederai rasa keadilan di negara ini. “Pelaku, yang bisa saja membunuh Novel, tetap dikenakan pasal penganiayaan, sementara Novel harus menanggung akibat perbuatan pelaku seumur hidup,” kata Usman dalam siaran pers, Jumat (12/6) yang dikutip dari laman merdeka.com.
Novel sudah menduga kasus ini akan dianggap ringan sejak proses tahap penyelidikan sampai awal sidang. Ia pun mengungkit sejumlah kejanggalan dalam persidangan, antara lain saksi-saksi penting yang tidak dihadirkan serta hilangnya barang bukti. Kemudian, Novel sendiri meminta Presiden Jokowi untuk tidak membiarkan ketidakadilan seperti ini terus terjadi. “Saya tidak tahu perbaikannya akan seperti apa. Akan tetapi, tentunya dalam kesempatan ini kami juga mendesak kepada Bapak Presiden apakah masih tetap akan membiarkan? Apakah akan turun untuk membenahi masalah-masalah seperti ini?” ucap Novel Baswedan yang dikutip dari laman republika.co.id.
Ia juga mengajak agar masyarakat tetap berjuang untuk memberantas korupsi dan tetap berani serta konsisten. “Karena orang-orang yang terlibat dalam perilaku korupsi, koruptor dan kawan-kawannya mereka berharap kita semua takut dengan kejadian ini. Kita semua jadi melemah dan kemudian mereka bisa dengan semaunya sendiri merampok dan menjarah uang rakyat, harta dari bangsa dan negara. Saya kira hal itu yang menjadi concern saya,” ungkap Novel Baswedan yang dikutip dari laman merdeka.com. Kemudian, Presiden Jokowi sendiri dapat memastikan bahwa proses hukum di negara ini berjalan secara adil.
Reporter : Angelina Nadya
Editor : Jioti Nurhaliza