Jakarta – Suara Ekonomi.
zaman sekarang ini, memperhatikan sesama manusia mungkin tidak begitu berarti bagi sebagian orang. Namun, tidak bagi Agustina Dwi (Alumni Indonesian Bussines School) dan teman-temannya yang membentuk komunitas dan rumah singgah yang bernama Charity of Childern Generation.
Kisah mereka bermula ketika mereka ingin mengembangkan sebuah komunitas bisnis yang memproduksi suatu produk yaitu sabun cair. Tetapi, kala itu terkendala terhadap kemasan produknya. Ketika mereka mencari kemasan dirumah-rumah pemulung, masyarakat sekitar memberikan informasi. Bahwa banyak sekali anak-anak disana yang belum mengenyam pendidikan. Dari informasi tersebut, Agustina Dwi terinspirasi untuk membuat komunitas dan rumah singgah yang bernama Charity of Childern Generation.
“Karena kegiatan sosial membutuhkan legalitas hukum, maka dibuatlah Yayasan Indonesia Hijau pada tanggal 12 Agustus 2015 yang di ketuai oleh Yuda Hatmantara,” ungkap Agustina Dwi selaku humas.
Yayasan Indonesia Hijau digunakan sebagai wadah untuk anak-anak jalanan belajar. Dalam melakukan kegiatannya, yayasan tersebut memiliki beberapa program seperti School Of Life, Jum’at Berkah, dan Sosial Entrepreneur.
School of life berlokasi di Jalan Kebagusan Raya 1, Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Tempat tersebut merupakan program pendidikan untuk anak-anak jalanan berusia 4 tahun sampai dengan 17 tahun.
Adapun kegiatan yang dilakukan seperti membaca, menulis dan berhitung untuk tingkat paud. Juga bimbingan belajar dan sekolah paket untuk tingkat SD. Bimbingan belajar dan beasiswa bagi yang berprestasi untuk tingkat SMP. Serta, pembinaan seni dan musik untuk anak-anak punk yang setara dengan tingkat SMA.
Kegiatan ini dilaksakan setiap hari Sabtu dan Minggu. Mulai dari pukul 10.00-15.00 WIB. Jumlah peserta didik dalam porgram ini sebanyak 45 orang. Peserta tersebut kegiatan setiap harinya bekerja sebagai pemulung. Sedangkan tenaga pengajar berkisar 65 orang dari berbagai lintas universitas. Tenaga pengajar ini besifat sukarelawan. Serta volunteer yang dipilih oleh yayasan dengan cara open recruitment dan wawancara.
Dalam merintis kegiatannya, Yayasan Indonesia Hijau memiliki banyak kendala dan tantangan. Diantaranya seperti, menghadapi akhlak anak-anak jalanan yang belum mengenal sopan santun dan kurangnya dukungan orang tua mengenai pentingnya pendidikan. Untuk mengatasi kendala tersebut Agustina Dwi berusaha menanamkan nilai-nilai pancasila dan nilai agama kepada setiap peserta didik. Serta melakukan door to door di setiap rumah guna meyakinkan para orang tua bahwa pentingnya pendidikan di masa depan.
Menurut Agustina Dwi mendirikan kegiatan sosial seperti ini adalah mengapresiasikan bentuk rasa syukur dengan cara memberikan hal-hal yang bermanfaat bagi sesama.
Liputan: Dita Aulia Utami, Abdurrahman Naufal