Jakarta – Suara Ekonomi
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keungan (PPATK) memiliki fungsi untuk  menerima, menganalisis, dan menyimpan laporan transaksi keungan yang diduga terkait dengan kriminal. PPATK dapat menerima laporan transaksi keuangan yang mencurigakan dari lembaga keuangan. PPATK mampu menganalisis data transaksi keuangan untuk mendeteksi pencucian uang atau kejahatan keungan lainnya. PPATK berbagi informasi dengan lembaga penegak hukum dan otoritas terkait untuk mendukung penyelidikan dan penuntutan pidana.
Adapun kasus yang beberap kasus kejahatan keuangan berikut yang sampai masuk ke tahap analisis PPATK::
- Kasus Rafael Alun
PPATK mengungkapkan, pencucian uang yang dilakukan oleh Pejabat Ditjen Pajak Eselon III Rafael Alun dilakukan secara terencana, struktual, dan, melibatkan banyak pihak. Koordintor Kelompok Hubungan Masyarakat PPATK, M. Natsur Kongah, menjelaskan bahwa pencucian uang yang dilakukan Rafael Alun bak sindikat professional, melibatkan jasa professional pencucian uang, konsultan pajak, tenaga ahli hukum, hingga jasa berbadan hukum.
Menurut temuan PPATK,aliran dana Rafael Alun juga digunakan untuk membeli kendaraan hingga berbelanja kebutuhan rutin lainnya. Atas temuan mencurigakan tersebut, PPATK memutuskan untuk memblokir ke-40 rekening tersebut. Adapun rekening yang diblokir ini terdiri dari rekening pribadi Rafael Alun, istrinya serta putranya Mario Dandy Satrio, dan perusahaan atau badan hukum.
- Kasus Djoko Tjandra
Pada 2020 PPATK melaporkan sejumlah transaksi mencurigakan terkait dengan Djoko Tjandra, seorang buronan kasus korupsi yang telah kabur dari Indonesia selama lebih dari satu dekade. PPATK menemukan transfer uang senilai miliaran rupiah dari rekening terkait dengan Djoko Tjandra ke sejumlah rekening di luar negeri. PPATK memberikan laporan ini kepada KPK dan Polri untuk membantu dalam penangkapan Djoko Tjandra.
- Kasus Indosurya
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) melaporkan sejumlah temuan besar sepanjang 2022, mulai dari aliran dana koperasi simpan pinjam (KSP) Indosurya. Kepala PPATK Ivan Yustiavandana menemukan total transaksi dari KSP Indosurya mencapai Rp 240 triliun. Ivan menyebut, Sebagian dari dana ini mengalir ke 10 negara.
Dalam paparannya saat Rapat Kerja PPATK bersama Komisi III DPR RI, Ivan menyebut kasus Indosurya ini menggunakan skema ponzi alias investasi tak berizin. Adapun sistem yang digunakan koperasi tersebut dengan menunggu modal baru masuk. Kesimpulan ini didapatkannya dengan melihat banyak dana nasabah yang ditransaksikan ke perusahaan terafiliasi.
Dalam menangani perihal ini, pihaknya juga telah secara rutin menjalin komunikasi dengan pihak kejasaaan dan telah beberapa kali mengirimkan laporan Analisa menyangkut kasus tersebut.
Dalam ketiga kasus tersebut, PPATK telah melaporkan transaksi mencurigakan kepada lembaga penegak hukum dan instansi terkait lainnya. Berikut tindakan yang dilakukan oleh PPATK terhadap ketiga kasus tersebut:
- Kasus Rafael Alun
Langkah analisis yang akan terus dilakukan oleh PPATK untuk melihat secara keseluruhan dalam kasus Rafael Alun. PPATK akan memeriksa secara keseluruhan profil nasabah yang sedang dianalisis; apa pekerjaannya dan berapa penghasilannya per bulan. Dengan menganalogikan kasus Rafael Alun, PPATK akan melihat keseluruhan bagaimana keseluruhan transaksi.
Hingga saat ini, PPATK terus melakukan analisis pola pencucian uang yang dilakukan oleh Rafael Alun dan kepada 69 pegawai Ditjen Pajak yang memiliki indikasi adanya penyelewengan laporan harta kekayaan.
Natsir menjelaskan, PPATK saat ini masih terus menelusuri aliran dana, baik debit dan kredit yang dilakukan oleh Rafael Alun ke pihak-pihak yang terlibat.
- Kasus Djoko Tjandra
PPATK melaporkan transaksi mencurigakan terkait dengan Djoko Tjandra kepada Polri dan KPK. Polri kemudian berhasil menangkap Djoko Tjandra di Malaysia dan membawanya kembali ke Indonesia untuk diadili atas tuduhan korupsi
- Kasus Indosurya
Pada Juni 2021, isu KSP Indosurya kembali menyeruak. Bahkan, DPR RI sempat memanggil pihak Kementerian Koperasi atas kasus ini. Dari sini terungkap, ternyata KSP Indosurya telah gagal bayar hingga masuk dalam proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).
Persidangan pidana pertama kasus koperasi bermasalah ini pun mulai digelar pada September 2022. Kasus Indosurya disebut sebagai kasus pemungutan dana ilegal dari masyarakat terbesar di Indonesia. Total dana yang dikumpulkan ditaksir mencapai Rp 106 triliun dari 23.000 korban.
Reporter : Veliya Adinda Mulyawati
Editor : Arum Amalia Sari