Berdasarkan sejarah, perubahan besar suatu bangsa seringkali diawali dengan bangkitnya semangat untuk membaca. Bagi Bangsa Indonesia, membangun budaya membaca menjadi tantangan, dikarenakan minat membaca yang cukup rendah. Menurut laporan dari Programme for International Student Assessment (PISA) tahun 2022, Indonesia mendapatkan skor 359 untuk kemampuan literasi membaca. Indonesia berada di peringkat ke-71 dari 81 negara, yang berarti literasi di Indonesia masih perlu perhatian khusus.
Faktor yang mempengaruhi rendahnya minat membaca masyarakat Indonesia sangat beragam. Salah satunya yaitu, persebaran perpustakaan yang tidak merata. Terbatasnya sarana dan prasarana untuk kegiatan literasi menjadi penyebab kurangnya minat membaca. Sarana dan prasarana merupakan komponen pendukung pendidikan untuk keberlangsungan proses pembelajaran. Pada faktanya, tidak seluruh perpustakaan umum di daerah mempunyai fasilitas yang optimal untuk literasi.
Berdasarkan Data Pokok Pendidikan (Dapodik) di tanggal 18 Juni 2023, dari 443 ribuan sekolah, hanya sekitar 199 ribuan yang memiliki perpustakaan. Dampak yang diakibatkan dari rendahnya budaya literasi di masyarakat yaitu, kemampuan berpikir kritis. Menurut Stephen Krashen dalam bukunya, membaca dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis melalui pengembangan kemampuan.
Membaca memungkinkan individu untuk memahami informasi, sehingga meningkatkan kemampuan berpikir kritis. Peningkatan persentase masyarakat yang berpikir kritis, dapat memperbesar potensi tumbuhnya Ide-ide baru dan inovatif. Hal ini mendorong terciptanya inovasi yang diperlukan untuk meningkatkan daya saing di pasar global.
Dalam upaya peningkatan indeks literasi, diperlukan dukungan serta kolaborasi pemerintah daerah dan pusat. Melalui Kemendikbudristek, pemerintah bekerja dengan Perpustakaan Nasional (Perpusnas) menyiapkan perpustakaan keliling. Kepala Perpusnas, Muhammad Syarif Bando, menyatakan bahwa kerja sama ini adalah upaya mengimplementasikan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Presiden dan Wakil Presiden.
“Seorang individu tidak bisa menjadi pintar tanpa belajar dan membaca, dan tujuan literasi yang paling penting itu bisa mengimplementasikan apa yang dibaca,” kata Syarif pada keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, 7 Juli 2023.
Menurutnya, masalah rendahnya budaya membaca di Indonesia bukan disebabkan oleh kurangnya minat, tetapi kurangnya bahan bacaan.
“Faktanya, perpustakaan keliling selalu dipadati oleh anak-anak. Ini menandakan mereka merindukan lebih banyak buku bacaan,” ujar Syarif.
Perpustakaan keliling menjadi cara pemerintah meningkatkan minat membaca di Indonesia dengan membawa buku langsung ke masyarakat. Sejak tahun 2003 hingga 2023, 956 unit mobil perpustakaan keliling telah disebarkan untuk memberikan akses perpustakaan yang mudah dijangkau.
Selain Faktor-faktor pendukung dari pemerintah, pembinaan membaca dapat dimulai sejak kecil. Sebagai orang tua, diharuskan menjadi contoh yang baik dengan membaca buku di depan Anak-anak. Para orang tua dapat membangun kebiasaan anak untuk membaca buku bersama atau membacakan buku.
Membawa anak berkunjung ke perpustakaan menjadi salah satu kunjungan yang baik bagi anak. Buku yang disediakan pada perpustakaan hanya khusus untuk anak-anak. Hal tersebut merupakan langkah yang tepat demi menumbuhkan minat membaca sejak kecil.
Membaca sangat penting untuk memperluas pengetahuan, meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan berkomunikasi, serta mendorong kreativitas dan kesehatan mental. Mahasiswa sebagai agen perubahan dapat berperan penting dalam meningkatkan literasi membaca di Indonesia dengan menjadi teladan, berbagi pengetahuan, mempromosikan budaya membaca, mendukung kebijakan literasi, dan menjadi pembaca aktif. Dengan usaha bersama dari semua pihak, Indonesia dapat menjadi bangsa yang lebih literat dan berpengetahuan.
Reporter : Â Bilal lbnu Yustiardi
Editor : Amanda Putri