Jakarta – Suara Ekonomi.
Sebagai makhluk sosial, sudah hakikatnya kita membutuhkan bantuan orang lain dalam hidup. Akan tetapi kecukupan dan kemewahan yang dimiliki kadang membuat seseorang lupa terhadap sesama, berlomba-lomba mengejar duniawi hingga mengorbankan sesama, bahkan tidak peduli dan enggan untuk sekedar melirik lingkungan sekitar. Itulah potret manusia di era sekarang, tanpa menyadari bahwa banyak di luaran sana yang membutuhkan kita, perhatian kita, dan bantuan dari kita.
Kesibukannya menjadi mahasiswi tidak menghalangi Maya untuk membantu anak-anak yang kurang beruntung. Dengan bergabung menjadi volunteer di Sekolah Bersama, sebuah sekolah yang diperuntukan bagi anak-anak yang kurang mampu, menunjukan dedikasinya untuk membantu bangsa ini. Berawal pada bulan Desember 2015 saat Sekolah Bersama mengadakan open recruitment untuk tenaga pengajar. Maya Kartika Ningrum yang akrab disapa Maya ini tertarik untuk mengetahui apa itu Sekolah Bersama.
Dengan bermodal informasi dari teman yang lebih dahulu mengajar di Sekolah Bersama, membuat ia yakin untuk menjadi volunteer. Sudah hampir setahun, ia selalu meluangkan minggu paginya untuk mengajar. Ilmu yang didapatkan saat di Sekolah Dasar ia bagikan untuk anak-anak di Sekolah Bersama. Tak ada suruhan, tak ada imbalan tapi semangat menariknya untuk mengajar mereka.
“Yang membuat saya tertarik yaitu, saya ingin berkontribusi untuk Negara, terutama dalam hal pendidikan. Karena bisa kita ketahui, tidak semua orang hidup dengan pendidikan yang cukup padahal pendidikan itu sangatlah penting. Untuk itu, saya sebagai mahasiswi berkewajiban untuk membagi ilmu yang telah saya pelajari kepada mereka yang membutuhkan,” jelas wanita kelahiran 1997 itu.
Sekolah yang berada dibawah naungan GIF (Green Indonesia Foundation) ini memiliki 3 lokasi mengajar, yaitu Lapak Jatipadang Poncol, Lapak Ragunan, dan Jatipadang ketapang. Lokasi mengajar yang mudah di jangkau dari rumah menjadi pertimbangan Maya untuk mengajar. Kecintaannya pada anak kecil juga menjadi penyemangat tersendiri untuk bergabung di Sekolah Bersama.
Biarpun semakin banyak manusia yang kurang peduli dengan nasib anak-anak yang kurang beruntung. Setidaknya masih ada orang-orang seperti Maya yang sadar akan hak-hak yang seharusnya didapatkan mereka. Selama ia menjadi tenaga pengajar disana, banyak donatur yang juga kerap berkontribusi untuk melengkapi hak anak-anak itu. “Terkadang ada pula penyumbang atau donatur yang berkontribusi memberikan buku, peralatan tulis, uang, dan susu untuk anak-anak Sekolah Bersama,” tutur Maya.
Pada era sekarang ini semakin sedikit kesadaran masyarakat untuk memperhatikan anak-anak jalanan. Padahal ini bukan hanya tanggung jawab pemerintah, melainkan tanggung jawab bersama. Tidak ada anak yang mau dilahirkan dengan keadaan yang kurang beruntung apalagi dengan serba kekurangan.
Bagi para volunteer, jarak, kemacetan, bahkan udara Jakarta yang kadang kurang bersahabat tidak menyudutkan semangat para volunteer Sekolah Bersama. Justru antusias dan semangat anak-anak jalanan tersebut yang menjadi motivasi. “Bahkan dari anak-anak sekolah bersama secara tidak sadar kita mendapatkan banyak motivasi, moodbooster karena perilaku mereka yang menyenangkan, dan power untuk semangat,” lanjut wanita berhijab tersebut.
Keinginan dan kegigihan anak-anak jalanan tersebut untuk mengeyam pendidikan patut dihargai. Kepolosan dan canda tawa yang terpapar dari raut wajah mereka kadang membuat kita merasa iba. Karena di usia yang masih sangat belia, mereka tak mengerti kehidupan seperti apa yang sedang di jalani.
Besar harapan Maya untuk Sekolah Bersama. Semakin berkembang dan semakin baik lagi serta maju untuk memberikan ilmu dan pendidikan intelektual bagi anak yang berpendidikan rendah. Kemudian untuk anak-anak yang bernasib kurang beruntung, jangan pernah patah semangat. Karena pendidikan, dan kehidupan yang layak juga pantas mereka dapatkan. Setiap orang berhak untuk memiliki cita-cita dan mewujudkannya tanpa terkecuali. Tanpa memandang siapa, dan apa latar belakang si pemilik cita-cita itu.
Reporter : Merista Rahmani dan Jordy Kurniawan
Editor : Nurul Zahara