Jakarta – Suara Ekonomi

Munculnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2017 tentang peraturan mengenai Organisasi Masyarakat (Ormas) sontak menimbulkan reaksi yang beragam dari berbagai kalangan, khususnya pihak Ormas tersebut. Lantaran Perppu ini merupakan langkah cepat yang diambil Presiden Joko Widodo dalam menertibkan organisasi kemasyarakatan di Indonesia.

Presiden Joko Widodo dengan mantap sudah menandatangani Perppu Nomor 2 Tahun 2017. Perppu ini sendiri merupakan perubahan atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Masyarakat. Langkah ini dimaksudkan untuk membubarkan ormas yang terindikasi radikal.

© tempo.co / Presiden Jokowi

Perubahan yang paling krusial terletak pada perluasan definisi dari paham yang bertentangan dengan Pancasila berupa penambahan frasa “paham lain yang bertujuan mengganti/merubah Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945” yang tercantum pada bagian penjelasan Pasal 59 Ayat 4 Huruf C Perppu Nomor 2 Tahun 2017. Yang sebelumnya, dalam UU nomor 17 tahun 2013 tentang Ormas, definisi atau ajaran yang bertentangan dengan Pancasila terbatas pada ateisme, komunisme, marxisme dan leninisme.

Bukan tanpa alasan pemerintah membuat Perppu tersebut, pasalnya pemerintah menduga banyak ormas yang dirasa bertentangan dengan pancasila sehingga dapat menimbulkan perpecahan dalam NKRI. Oleh karena itu hal-hal yang dapat mengancam NKRI berhak ditiadakan. Seperti dilansir dari detik.com, hal ini sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Arsul Sani, Sekjen PPP di gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (12/7/2017)

“Ketika ada gerakan apapun, baik secara warna, ras, atau apapun itu, kemudian secara rasional bisa disimpulkan merupakan ancaman terhadap empat konsensus bernegara (Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika) kita, memang boleh ditiadakan,” ujarnya.

Meskipun pemerintah tak secara spesifik menyebutkan ormas yang menjadi sasaran Perppu ini, tapi hal itu tak sulit ditebak. Sesuai dengan yang dikutip dari Tempo.co bahwa pada Mei lalu pemerintah menyatakan akan membubarkan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), yang dianggap mengecam ideologi negara lantaran mengumandangkan tegaknya kepemimpinan Islam sejagat (Khilafah), yang bertentangan dengan Pancasila. Sehingga tak heran bila begitu Perppu terbit, kuasa hukum HTI, Yusril Ihza Mahendra langsung menyatakan akan mengajukan judicial review.

“Bersama Profesor Yusril kita akan gugat Perppu itu ke MK (Mahkamah Konstitusi),” ujar Ismail Yusanto, juru bicara HTI, Rabu, 12 Juli 2017.

Masih dilansir dari Tempo.co, juru bicara HTI itu juga mengkritik keras penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan. Menurut Ismail, terbitnya Perppu ini adalah akal-akalan pemerintah.

“Ini jelas akal-akalan untuk mencari jalan mudah bagi pembubaran ormas. Ormas mana? Hizbut Tahrir,” tuturnya dalam diskusi mengenai Perppu Ormas di restoran Puang Oca, Jakarta, Minggu 16 Juli 2017.

Ia juga pernah mengatakan “HTI organisasi legal, berbadan hukum, kegiatan utamanya adalah dakwah sesuai ajaran Islam,” ungkapnya saat disiarkan Kompas TV dalam acara “Satu Meja”, Senin (8/5/2017) malam. Terakhir Ismail pun menegaskan bahwa HTI siap menghadapi pemerintah di pengadilan.

Reporter : Zakly Fitra

Editor : Nurul Zahara