Jakarta – Suara Ekonomi

Pemerintah melalui Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) akan melaksanakan vaksinasi gotong royong pada 17 Mei 2021. Hal ini merupakan upaya pemerintah dalam mengendalikan pandemi Covid-19. Untuk itu, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menerbitkan aturan vaksinasi Covid-19 yang dibebankan kepada beberapa perusahaan swasta.

Di mana aturan tersebut tertuang pada Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 10 Tahun 2021 tentang pelaksanaan vaksinasi dalam rangka penanggulangan pandemi Covid-19. Selanjutnya, Kemenkes menyatakan bahwa vaksinasi gotong royong dibutuhkan karena jumlah penduduk Indonesia sangat banyak. Sedangkan, untuk pasien positif Covid-19 sendiri tiap harinya semakin bertambah.

Melansir dari situs covid-19.go.id, Selasa (27/7) ada 28.228 kasus baru di Indonesia, sehingga total saat ini 3.194.733 terkonfirmasi positif. Sementara, jumlah yang sembuh bertambah 40.374 orang sehingga menjadi 2.549.692 kasus. Lalu, jumlah yang meninggal akibat Covid-19 bertambah 1.487 orang dan menjadi sebanyak 84.766 kasus. Maka dari itu, Kemenkes memberikan solusi dengan melaksanakan vaksinasi gotong royong kepada masyarakat. Dengan solusi tersebut Kemenkes mengharapkan terjadinya herd immunity atau kekebalan populasi.

 Ilustrasi Pemberian Vaksin Gotong Royong. ( Sumber: kompas.com )

Melansir dari Kadin.id, hingga saat ini sebanyak 28.413 perusahaan telah mendaftarkan diri untuk program ini. Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia juga mengalokasikan 1 juta dosis untuk 500 ribu peserta. Untuk biaya vaksin sendiri terdapat dalam Pasal 23 Permenkes RI Nomor 10 Tahun 2021 tentang pelaksanaan penanggulangan pandemi Covid-19. Dalam pasal ini disebutkan biaya pelayanan vaksinisasi gotong royong bagi perusahaan swasta. Serta biaya pelayanan kesehatan milik masyarakat atau swasta tidak boleh melebihi tarif maksimal yang ditetapkan.

PT Bio Farma sebagai penyedia vaksin menetapkan harga pembelian sebesar Rp321.660,00 per dosis. Tarif pelayannya sendiri dipatok sebesar Rp117.910,00 per dosis. Jadi, jika dijumlahkan selama dua kali proses penyuntikan memerlukan dana sebesar Rp879.140,00.  

Ilustrasi Vaksin Covid-19. ( Sumber: kompas.com )

Jenis vaksin yang digunakan juga berbeda dengan program dari pemerintah. Jika vaksin yang digunakan untuk program pemerintah adalah Sinovac, AstraZeneca, dan Pfizer. Sedangkan untuk jenis vaksin yang digunakan dalam program ini adalah Sinopharm.

Hingga saat ini, program vaksinisasi gotong royong masih menjadi polemik. Pro dan kontra masih terus menyelimuti rencana pemerintah terhadap program vaksinasi ini. Harga vaksin dinilai tinggi dan sulit dijangkau oleh beberapa kalangan, terutama pengusaha UMKM.

Namun, terdapat beberapa jumlah kritik dari pihak epidemiolog, LSM hingga anggota DPR mengenai kebijakan tersebut. Beberapa kritikan itu di antaranya:

  1. Menciptakan ketidakadilan

Seorang epidemiolog Universitas Indonesia, Pandu Riono mengatakan bahwa kebijakan vaksinasi ini akan menciptakan ketidakadilan di masyarakat. Karena, vaksinisasi tersebut diberikan kepada karyawan dan keluarganya. Padahal vaksinasi berdasarkan kelompok prioritas yang ditetapkan. Kelompok prioritas tersebut adalah tenaga kesehatan, lansia dan tenaga pendidik, serta lainnya. Ia juga menambahkan jika swasta ingin turut berkontribusi, sebaiknya membantu dalam penambahan stok vaksin.

2. Berpotensi mengabaikan 3T (Tracing, Testing, dan Treatment)

Menurut Dicky Budiman, epidemiolog Griffith University, program vaksinasi ini akan melemahkan strategi utama penangangan pandemi covid-19. Strategi utama tersebut ialah 3T, yaitu tracing, testing dan treatment.

3. Ladang bisnis

Rahmad Handoyo, anggota komisi IX Fraksi PDI Perjuangan, mengingatkan agar vaksinasi ini tidak menjadi ladang bisnis. “Dalam pelaksanaan di lapangan perlu diawasi dengan baik jangan sampai muncul kebocoran, vaksin gotong royong diuangkan, dibisniskan kepada individu-individu di luar yang tidak ada kaitannya dengan perusahaan,” kata Rahmad yang dikutip dari laman Kompas.com

4. Berpotensi menimbulkan masalah korupsi

Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menyikapi atas Permenkes RI Nomor 10 Tahun 2021. Terlebih Pasal 19 Ayat 2 yang mengatur tentang pendistribusian vaksinasi gotong royong oleh PT Bio Farma dapat bekerja sama dengan pihak ketiga. Bagi Ketua YLBHI Asfinawati, aturan tersebut rentan menimbulkan kasus korupsi. “Siapa pihak ketiganya? Ini nanti bisa menimbulkan masalah korupsi dalam arti penunjukkan-penunjukkannya itu,” kata Asfinawati yang dikutip dari laman Kompas.com.

Walaupun begitu, ada pula dukungan dari beberapa kalangan, seperti:

  1. Mempercepat herd immunity

Juru bicara vaksinasi Covid-19 Kemenkes Siti Nadia Tarmizi, mengatakan bahwa vaksinasi merupakan upaya untuk mempercepat herd immunity. Ia jugamemastikan vaksinasi gotong royong tidak akan menggangu vaksin yang sedang dilakukan oleh pemerintah. Selain itu, ia juga memastikan bahwa masyarakat mendapatkan vaksin yang telah disediakan secara gratis dan tidak dipungut biaya oleh pemerintah.

2. Perlunya sosialisasi

Menurut Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN) Shinta Widjaja Kamdani perlu adanya sosialisasi program vaksinasi jalur mandiri atau gotong royong. Hal ini dilakukan agar tidak ada anggapan bahwa adanya komersialisasi.

Saat ini program vaksinasi gotong royong individu telah mencapai tahap 3. Untuk tahap ini semula diadakan pada Senin (12/7), namun terjadi penundaan hingga pemberitahuan berikutnya. Hal ini lantaran banyaknya respon masyarakat terhadap program ini. Karena itu, Presiden Jokowi mengambil keputusan untuk membatalkan dan mencabut program vaksinasi berbayar ini.

Reporter : Widya Rizka Pramesti

Editor : Farah Meirizka

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini