Jakarta – Suara Ekonomi
Beberapa dekade lalu banyak kasus kekerasan seksual yang melibatkan berbagai gender terutama terhadap perempuan. Kasus ini mengalami lonjakan dua kali lipat dari tahun sebelumnya. Hal ini menjadikan Indonesia dilabeli darurat kekerasan seksual karena tak ada undang-undang yang mengatur.
Sehingga, untuk menaggulangi hal tersebut pemerintah membuat rancangan undang-undang kekerasan seksual. Perancangan undang-undang ini dilatarbelakangi oleh keterbatasan pengaturan tentang kekerasan seksual dalam hukum. Maka, hal tersebut berimbas pada kasus kekerasan seksual yang tidak dapat di proses secara hukum. Oleh sebab itu, pemerintah membuat rancangan agar kekerasan seksual tidak terulang terus menerus.
Setelah beberapa tahun menjadi polemik dan dibahas terus menerus, Â akhirnya undang-undang ini resmi disahkan. Â Selasa (12/4/2022), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) resmi mengesahkan Rancang Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) dalam rapat paripurna DPR.
UU TPKS yang semula bernama RUU PKS (Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual) yaitu undang-undang yang diharapkan menjadi payung hukum bagi para korban kekerasan seksual. Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) berisikan tentang hukum pidana bagi tindak kekerasan seksual. Cakupan undang-undang ini adalah pencegahan, pemenuhan hak korban, pemulihan hingga penanganan selama proses hukum.
Poin Penting UU TPKS
Dalam UU TPKS ini terdapat beberapa poin-poin penting yang harus di perhatikan. Komnas Perempuan berharap agar DPR dan Pemerintah dapat memastikan aturan terkait perkosaan dan pemaksaan aborsi. Tercatat, ada sembilan tindak pidana terhadap kekerasan seksual yang diatur, seperti tindak pidana pelecehan seksual nonfisik, pelecehan seksual fisik, pemaksaan kontrasepsi, dan pemaksaan sterilisasi. Kemudian pemaksaan atas perkawinan, penyiksaan seksual, eksploitasi seksual, perbudakan seksual dan kekerasan seksual berbasis elektronik.
Pengesahan UU TPKS menjadikan harapan untuk dapat menghadapi dan menyelesaikan kasus kekerasan seksual. UU TPKS tentu dapat menjadi upaya perlindungan kekerasan seksual terhadap perempuan. Ada sejumlah manfaat yang di dapat dengan disahkannya UU TPKS, terutama bagi perempuan.
1. Peran Lembaga Dalam Pendampingan Korban Kekerasan Seksual
Penyediaan layanan penanganan dalam proses untuk pendampingan dan perlindungan terhadap korban kekerasan seksual. Pemerintah dapat memastikan penyediaan layanan penanganan bagi masyarakat dalam pembentukan Pusat Layanan Terpadu.
2. Memberikan Pendanaan Terhadap Korban Kekerasan Seksual
UU TPKS menekankan adanya victim trust atau dana bantuan terhadap korban kekerasan seksual yang merupakan kompensasi negara kepada korban kekerasan seksual.
3. Kondisi Mental Korban Kekerasan Seksual Jadi Prioritas
UU TPKS mengatur adanya ketentuan yang dapat mewajibkan penegak hukum untuk menggelar penyidikan. Sehingga proses hukum dilakukan tanpa menimbulkan trauma bagi korban. Lalu, undang-undang tersebut melarang pelaku untuk mendekati korban dalam waktu tertentu selama berlangsungnya proses hukum.
4. Perlindungan Terhadap Keluarga dan Saksi Korban Kekerasan Seksual
Hal ini merupakan upaya untuk dapat memastikan pemenuhan hak korban dalam mendapatkan keadilan dan pemulihan, sekaligus memberikan perlindungan bagi keluarga korban, saksi, ahli, dan pendamping korban.
Penerapan UU TPKS Dikalangan Masyarakat dan Lingkungan Pendidikan Tinggi
Pengesahan UU TPKS dapat menjadi regulasi umum yang berlaku di kalangan masyarakat. Dengan demikian, undang-undang ini dapat menjadi landasan hukum bagi penegak hukum. Tak hanya itu, undang-undang ini juga mempunyai penindakannya sendiri dengan produk legislasi lain.
Sebelumnya, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Makarim mengeluarkan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 30 Tahun 2021 tentang Penanganan dan Pencegahan Kekerasan Seksual (PPKS) di lingkungan perguruan tinggi. Permendikbudristek juga disebut bakal bersifat khusus bagi perguruan tinggi. Hal tersebut penting, mengingat banyaknya kasus kekerasan seksual di kalangan remaja pendidikan tingkat tinggi.
Nadiem menyatakan telah mendukung penyusunan Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS). Menurutnya, aturan tersebut akan dapat melindungi korban dari kekerasan seksual, termasuk di sekolah dan kampus.
Semua pihak harus bergerak dan berkerja sama mendukung pengesahan regulasi terhadap pemberantasan tindak pidana. Hal ini terkhususkan  terhadap kekerasan seksual pada perempuan dan anak di lingkungan pendidikan.
Reporter : Anna Oktavia Ningsih
Editor : Kintan Gusti Pratiwi