Pemerintah Israel telah menutup paksa kantor cabang Al- Jazeera di Israel pada hari Minggu (5/5) berdasarkan suara mayoritas di Knesset Israel, parlemen negara tersebut. Langkah ini sesuai dengan “UU Al Jazeera” yang disahkan untuk mengizinkan penutupan lembaga penyiaran asing yang dianggap mengancam keamanan negara di tengah konflik Israel- Hamas di Gaza.
Seperti dilansir Reuters dan Al Arabiya, Senin (6/5/2024), sebuah video yang beredar secara online menunjukkan sejumlah personel kepolisian berpakaian preman membongkar peralatan kamera di dalam sebuah kamar hotel, yang menurut sumber Al Jazeera, berada di wilayah Yerusalem Timur.
“Kami akan segera mengambil tindakan terhadap mereka yang menggunakan kebebasan pers untuk membahayakan keamanan Israel dan tentara IDF (Israel Defense Forces) serta menghasut terorisme di saat perang. Tidak akan ada kebebasan berekspresi bagi juru bicara Hamas di Israel. Al Jazeera akan ditutup segera, dan peralatannya akan disita,” ucap Menteri Komunikasi Israel, dikutip dari Sinpo.id, Karhi kemudian mengunggah video di akun media sosial X miliknya yang memperlihatkan otoritas Israel menggerebek kantor Al Jazeera di Yerusalem Timur. Perintah itu awalnya akan berlaku 45 hari, tetapi ada kemungkinan diperpanjang AFP mengabarkan beberapa jam usai cuitan Netanyuhu, layar televisi yang menayangkan siaran Al Jazeera berbahasa Arab dan Inggris berubah menjadi kosong. Ada pesan dalam bahasa Ibrani yang menyatakan saluran tersebut ‘ditangguhkan di Israel’.
Menanggapi hal tersebut, Al Jazeera menyatakan bahwa tindakan tersebut dianggap sebagai pelanggaran serius terhadap hak asasi manusia dan hak mendasar untuk memperoleh informasi. Al Jazeera juga menegaskan bahwa klaim Israel mengenai ancaman terhadap keamanan adalah tuduhan yang menyesatkan. Al Jazeera menegaskan haknya untuk terus menyediakan berita dan informasi kepada khalayak global, serta menambahkan pihaknya berhak mengambil setiap langkah hukum.
Tindakan Israel terhadap lembaga penyiaran internasional ini telah mendapat kritik keras dari PBB, organisasi pers internasional, dan organisasi hak asasi manusia lainnya. Mereka secara kuat mengkhawatirkan bahwa langkah tersebut dapat menjadi landasan bagi pemerintah Israel untuk menutup kantor-kantor berita lainnya.
Selain itu, organisasi pers internasional seperti International Federation of Journalists (IFJ) dan Foreign Press Association (FPA) turut mengecam dengan tegas keputusan pemerintah Israel untuk menutup kantor berita Al Jazeera. Tim Dawson, Wakil Sekretaris IFJ, mengkritik keputusan tersebut sebagai langkah yang sangat mundur dan tidak masuk akal.
“Menutup media, menutup stasiun televisi adalah hal yang dilakukan oleh para lalim” ujarnya yang dilansir Aljazeera.com, Minggu (5/5).
FPA mewakili media asing yang bekerja untuk organisasi berita internasional dalam meliput berita dari Israel, Tepi Barat, dan Gaza, menyatakan bahwa ini adalah hari yang kelam bagi media. Ini adalah hari kelam bagi demokrasi. Human Rights Watch (HRW) juga mengutuk keras keputusan pemerintahan Benjamin Netanyahu untuk menutup Al Jazeera, mengatakan bahwa Tel Aviv mencoba “membungkam” informasi yang disampaikan oleh media.
Penutupan kantor berita Al Jazeera di Yerusalem dan wilayah Palestina dianggap sebagai ancaman terhadap kebebasan pers dan pemberitaan di wilayah konflik Palestina-Israel. Keputusan ini dapat menyebabkan penutupan kantor berita lainnya yang beroperasi di wilayah tersebut, menghambat akses informasi dan meningkatkan ketegangan antara pihak-pihak yang terlibat dalam konflik.
Tak hanya itu, penutupan kantor berita Al Jazeera di Yerusalem ini juga dapat menghambat dialog dan meningkatkan risiko konflik yang lebih luas. Upaya perdamaian di wilayah tersebut mengalami hambatan dalam beberapa tahun terakhir, dan dengan adanya keputusan ini dapat membuat situasi lebih sulit untuk menemukan solusi yang efektif bagi kedua belah pihak.
Reporter : Zevanka
Editor : Arum Amalia Sari