Jakarta – Suara Ekonomi
Jumat, 10 Januari 2023, Silicon Valley Bank (SVB) atau bank terbesar ke-16 di Amerika Serikat mengalami kolaps. Runtuhnya SVB terjadi 48 jam setelah pengumuman krisis modal. SVB sendiri sudah berdiri sejak 1983 di Santa Clara, California, AS, dan memiliki kantor di berbagai negara, termasuk Amerika Serikat, Inggris, Tiongkok, dan India.
SVB merupakan bank komersial yang melayani perusahaan teknologi, startup, dan investor venture capital. SVB menyediakan berbagai layanan keuangan, seperti pinjaman, rekening giro, rekening tabungan, kartu kredit bisnis, dan solusi perbankan global. Bank ini juga dikenal dengan memberikan layanan konsultasi dan akses ke jaringan koneksi di industri teknologi dan startup. SVB telah menjadi pilihan bagi banyak perusahaan teknologi dan startup karena dianggap mampu memahami kebutuhan unik dari bisnis-bisnis tersebut. Selain itu, bank ini juga sering berkolaborasi dengan perusahaan venture capital untuk mendongkrak pertumbuhan bisnis baru yang menjanjikan dalam bidang teknologi.
Tujuan utama dari SVB adalah membantu memajukan bisnis dan ekonomi global dengan berfokus pada sektor teknologi dan inovasi. Tujuan ini dicapai melalui penyediaan layanan keuangan dan konsultasi yang didesain khusus untuk kebutuhan perusahaan teknologi dan startup. Selain itu, SVB juga bertujuan untuk memperkuat ekosistem inovasi dan teknologi di seluruh dunia dengan menyediakan sumber daya dan jaringan koneksi bagi perusahaan dan investor venture capital. Dengan memperkuat ekosistem ini diharapkan SVB dapat membantu perluasan lapangan kerja, menghasilkan inovasi baru, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.
Secara umum, tujuan SVB adalah untuk menjadi mitra bisnis yang dapat diandalkan bagi perusahaan dan investor venture capital di sektor teknologi dan inovasi, serta membantu mereka mencapai kesuksesan dan pertumbuhan yang berkelanjutan.
Melansir dari Business Insider, penyebab runtuhnya SVB, Berkshire Hathaway milik Warren Buffett adalah karena hilangnya nilai saham keuangan hingga 8 miliar dolar AS. Hal tersebut terjadi hanya dalam tiga hari perdagangan. Jumlah tersebut kurang lebih setara dengan Rp 122.8 triliun kurs hari ini. Per akhir Desember lalu, perusahaan investor terkenal itu memiliki sekitar 74 miliar dolar AS saham.
Kebangkrutan yang menimpa SVB disinyalir akan berdampak pada pasar keuangan global. Bahkan investor kelas dunia, Warren Buffett pun ikut merugi akibat bangkrutnya bank terbesar ke-16 di Amerika Serikat itu. Melansir dari Ronny P Sasmita, Pengamat Ekonomi Institut Aksi Strategis dan Ekonomi Indonesia, menilai apa yang terjadi pada SVB harus menjadi cermin Indonesia. Namun diakuinya, runtuhnya SVB tidak akan berdampak langsung pada Indonesia.
“Dampak keruntuhan SVB terhadap Indonesia hampir tidak ada. Tapi tidak ada masalah. Kita tidak perlu mencari hubungan SVB dengan Indonesia, karena saya yakin aset SVB tidak dipegang bank atau lembaga keuangan,” ucapnya.
Bahkan Sejak krisis tahun 1998, sektor perbankan Indonesia telah mengalami reformasi yang signifikan. Sistem perbankan Indonesia menjadi kuat, fleksibel dan stabil. Hal ini tercermin dari aktivitas perbankan di Indonesia yang tetap terjaga dan tumbuh positif di tengah tekanan ekonomi domestik dan global.
Bentuk antisipasi yang dapat dilakukan oleh Indonesia untuk menghindari terjadinya hal serupa adalah dengan mengembangkan manajemen risiko dan menerapkan manajemen risiko yang lebih baik. Bank Indonesia dapat membantu bank dan lembaga keuangan untuk meningkatkan manajemen risiko dan sistem manajemen risiko sehingga dapat mengurangi risiko kebangkrutan. Dengan menerapkan hal tersebut maka risiko terjadinya kebangkrutan seperti yang dialami SVB akan menurun di Indonesia.
Reporter : Aldi Mulya Saputra
Editor : Priscillia Christy