Jakarta – Suara Ekonomi.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menerangkan, bahwa Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta kepada seluruh jajaran kabinet pemerintahan untuk lebih efisien dalam mengelola anggaran. Pemangkasan anggaran sendiri sejatinya telah dilakukan sejak tahun lalu, dimana Kementerian dan Lembaga menetapkan mana yang menjadi prioritas.
”Presiden sudah sampaikan bahwa seluruh kementerian dan lembaga harus terus meneliti belanja yang dilakukan. Terutama belanja yang dianggap tidak memiliki dampak langsung ke masyarakat. Jadi efisiensi dalam hal ini harus terus dilakukan,” terang mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu di Jakarta, seperti dilansir pada laman sindonews.com, Kamis (1/6/2017).
Indonesia memiliki 2 kebijakan dalam mengatur laju pertumbuhan ekonominya. Salah satunya menggunakan kebijakan fiskal melalui penyesuaian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Hal yang menjadi sorotan adalah dalam periode fiskal pemotongan anggaran terjadi 2 kali dalam satu tahun dibawah pimpinan Kementerian Keuangan Ibu Sri Mulyani. Pemangkasan anggaran ini sekiranya sebesar Rp 65 Triliun dan dana untuk kebutuhan daerah pun juga dipotong sebesar Rp 68 Triliun.
Banyak pendapat yang menilai bahwa kebijakan dari Kemenkeu ini bisa dijadikan momen agar lebih efisiensi dan sebagai langkah penghematan uang negara, tetapi ada juga pendapat dari pihak lain bahwa pemotongan anggaran akan memberi dampak buruk pada kebijakan strategis pemerintahan karena jalannya program pemerintah akan terhambat dikarenakan pemotongan ini.
Pemangkasan anggaran memang sulit dihindari sebagai dampak kondisi perekonomian nasional dan global saat ini. Kebijakan untuk menghindari terjadinya kenaikan defisit anggaran bila penerimaan Negara tidak sesuai harapan. Namun, yang harus diwaspadai adalah dampak dari pemotongan anggaran itu. Jangan sampai kebijakan ini menghambat program pembangunan, terutama di daerah dan tidak menyebabkan terganggungnya pertumbuhan ekonomi.
Dalam pemotongan anggaran oleh keputusan kebijakan dari Kemenkeu bukan hanya berdampak pada sistem pemerintahan tetapi ada dampak tak langsung yang dirasakan oleh masyarakat. Seperti dana BOS berkurang untuk setiap sekolah, fasilitas umum yang terbengkalai karena kurangnya dana, dll.
Di sisi kebijakan yang berdampak ke masyarakat, ada juga kebijakan pemotongan anggaran yang dilakukan untuk efisiensi, dan tidak ada kaitan langsung dengan program pemerintah pada masyarakat atau tidak berdampak pada masyarakat seperti pada pos belanja pegawai, biaya perjalanan dinas, biaya konsinyering, dan pembangunan gedung-gedung pemerintah, belanja honorarium, pengadaan kendaraan, sisa dana lelang, dana anggaran kegiatan yang belum dikontrakkan. Pemotongan anggaran ini tidak akan menyentuh program-program prioritas.
Positifnya, pemangkasan anggaran ini akan mendorong pemerintah pusat dan daerah lebih efisien dalam menggunakan anggaran. Praktek-praktek penggelapan anggaran di pemerintah daerah, di DPR, DPRD, dan lembaga pemerintah lainnya bisa dihindari. Tidak ada lagi oknum-oknum yang mengutak-atikan anggaran yang sudah disepakati.
Hal ini mungkin juga dapat mencegah terjadinya korupsi dan pencucian uang. Dalam kasus ini, perilaku boros anggaran harus diakhiri. Beberapa kali Presiden Jokowi memberikan instruksi kepada para pembantunya agar mengidentifikasi semua pengeluaran fiktif, mubazir, dan pengeluaran yang tampak penting tapi tak mendesak.
Rakyat berharap para pejabat Negara dan birokrat bisa berperilaku hemat, efisien, efektif, dan tidak berfoya-foya memanfaatkan anggaran Negara. Lupakan hal yang bersifat individu dan konsumtif demi kepentingan bersama, jika memang pemangkasan anggaran untuk kesejahteraan rakyat, merupakan suatu keputusan yang baik. Tetapi, jika pemangkasan anggaran membuat rakyat makin sengsara karena terganggunya perekonomian nasional, kebijakan ini jelas sebuah malapetaka.
Reporter : Jordy Kurniawan
Editor : Erika Sukma